DELIK  DALAM KONSEPSI HUKUM POSITIF INDONESIA

DELIK  DALAM KONSEPSI HUKUM POSITIF INDONESIA

 

Terminologi  “Strafbaar feit”  berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai berbagai konotasi dalam bahasa Indonesia, diantaranya:  tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana atau  perbuatan yang dapat dipidana.  Strafbaar feit terdiri dari 3 (tiga) kata, yakni “straf”, ”baar”  dan “feit”.  Terjemahan dari strafbaar feit,  yaitu kata  “straf”  diterjemahkan sebagai “pidana” atau “hukum”. Sedangkan kata  “baar”  diterjemahkan dalam arti  “dapat” atau   “boleh”, sedangkan   kata “feit”  diterjemahkan dengan “tindakan”, “peristiwa”,  “pelanggaran”  dan “perbuatan”.

Secara histori,  Istilah  “Strafbaar feit  terdapat  dalam  WvS (Wetboek van Strafrecht)  Belanda,  tetapi  tidak  ada  penjelasan  resmi  mengenai   apa pengertian   yang  dimaksud  dengan  strafbaar feit  tersebut.

Adam Chazawi (2002: 70) mengemukakan rumusan pengertian  “strafbaar feit”  secara eksplisit, sebagai berikut: “Strafbaarfeit  itu  dikenal  dalam  hukum  pidana,  diartikan  sebagai  delik,  peristiwa  pidana,  dan  tindak  pidana.  Strafbaarfeit  terdiri  dari  3  (tiga)  kata  yaitu  straf,  baar,  dan  feit.  Straf  diartikan  sebagai  pidana  dan  hukum,  baar  diartikan  sebagai  dapat  dan  boleh.  Sedangkan  feit  diartikan  sebagai  tindak,  peristiwa,  pelanggaran,  dan  perbuatan.  Bahasa  inggrisnya  adalah  delict. Artinya, suatu  perbuatan  yang  pelakunya  dapat  dikenakan  hukuman  (pidana)”.

Selain itu, Bambang  Poernomo (1983: 91) menjelaskan  bahwa: “Istilah  delik,  strafbaar feit,  peristiwa  pidana  dan  tindak  pidana  serta  perbuatan  pidana  mempunyai  pengertian  yang  sama  yaitu  suatu  perbuatan  yang  dilarang  oleh  aturan  hukum  dan  larangan  tersebut  disertai  dengan  ancaman  dan  sanksi  berupa  pidana  yang  melanggar  larangan  tersebut“.

Pompe  (Lamintang, 1985: 173)  memberikan  batasan  pengertian  istilah  strafbaarfeit  sebagai  berikut: “Secara  teoritis  strafbaar feit  dapat  dirumuskan  sebagai  suatu  pelanggaran  norma  (ganguan  terhadap  ketertiban  hukum/ law ordeer)  yang  dengan  sengaja  ataupun  tidak  sengaja  telah  dilakukan  oleh  seorang  pelaku,  dimana  penjatuhan  hukuman  terhadap  pelaku  tersebut  adalah  perlu  demi  terpeliharanya  tertib  hukum  dan  terjaminnya  kepentingan  hukum”.

Pidana dapat berbentuk punishment atau treatment. Pidana merupakan implikasi yuridis sebagai konsekwensi  terhadap kesalahan (senagaja atau lalai/alpa) yang dilakukan  pelaku tindak pidana. Sedangkan tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan pelaku tindak pidana (pelaku perbuatan yang dilarang).

Dalam konteks criminal justice system, maka selama kesalahan seorang pelaku tindak pidana (criminal)  belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang Tersangka atau Terdakwa. Hal tersebut merupakan asas dasar sebuah negara hukum (rechtsstaat yang menganut konsep rule of law), dimana seseorang tetap dinyatakan tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.

Penerapan “pidana” sangat erat hubungannya dengan penegakkan “Hukum Pidana”. Secara umum dapat dikatakan bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan – peraturan yang menentukan perbuatan/tindakan yang dilarang (kaidah – kaidah hukum yang berisikan larangan)  dan jenis – jenis   tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukan tindak pidana tersebut.

Menurut Prof. Moeljatno, S.H.  “HUKUM PIDANA”   adalah bagian daripada keseluruhan  hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sudarsono  menyatakan bahwa  pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.

 

Created  and Posted By:
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002

 

_______________________________

HIMBAUAN PARTISIPASI:

Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com, saya menyatakan:

  • Mengajak VENDOR untuk memasang iklan pada artikel – artikel di website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dengan langsung menghubungi saya;
  • Mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website https://beritahukum-kebijakanpublik.com. Akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi sukarela melalui transfer ke rekening Bank BNI No. 0263783536 atas nama APPE HUTAURUK.

Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel – artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.

#SalamPersasaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK

 

 

https://www.youtube.com/watch?v=1RxxfZ9WObY&t=17s

LAW  FIRM APPE  HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
KETUA  UMUM  DPP LSM  KOMAKOPEPA
AKTIVIS’98

Leave a Reply

News Feed