MATERI UJIAN HUKUM ACARA PIDANA SEMESTER IV/TAHUN 2019

Uncategorized

 

MATERI UJIAN HUKUM ACARA PIDANA
SEMESTER IV/TAHUN 2019

 

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MPU TANTULAR

TAHUN  2019

Dosen                         : APPE HTAURUK, SH., MH.

NIDN                           : 0307036803

Mata Kuliah                : Hukum Acara Pidana

Semester                   : IV (Empat)

Jenis/Sifat                  : Test Uraian (Essay Test)

PERTANYAAN:

1)   Jelaskan perbedaan antara JAKSA dalam pengertian umum, dengan Jaksa sebagai Penuntut Umum                       menurut     Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)..

Dalam ketentuan Pasal 1 butir 6 KUHAP dijelaskan bahwa:

  • Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang – undang ini (KUHAP) untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  • Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang – undang ini (KUHAP) untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.

2)        Sebutkan dan jelaskan beberapa  asas – asas hukum dalam proses peradilan pidana (criminal justice                        system) di Indonesia berdasarkan Undang – Undang  Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang – Undang              Hukum Acara Pidana.

  • AsasPERINTAH TERTULIS, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan undang – undang;
  • AsasPERADILAN CEPATSEDERHANABIAYA RINGANJUJUR, dan TIDAK MEMIHAK, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (mulai dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (Pasal 50 KUHAP);
  • Asas MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM, yaitu setiap orang mempunyai  kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (Pasal 54 KUHAP).
  • Asas TERBUKA, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (Pasal 64 KUHAP).
  • AsasPEMBUKTIAN, yaitu Tersangka/Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh undang – undang;
  • Asas PRADUGA TAK BERSALAH (Presumtion of innocence), menyatakan bahwa “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”;
  • Asas OPORTUNITAS, yaitu “Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum”;
  • Asas SEMUA ORANG DIPERLAKUKAN SAMA DIHADAPAN HUKUM ATAU PERADILAN  (equality before the law);
  • Asas LEGALITAS berlaku dalam ranah hukum pidana dan terkenal dengan adagium legendaris Von Feuerbach yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Adigium  tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada tindak pidana (delik), tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”.

3)        Jelaskan pengertian TINDAK PIDANA KONEKSITAS.

Tindak Pidana Koneksitas yaitu tindak pidana yang dilakukan bersama – sama oleh mereka yang termasuk                  lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam                    lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan                      persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan                    peradilan militer.

4)        Jelaskan bagaimana penerapan Tindak Pidana Koneksitas dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 2                    Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001                Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana                 Korupsi, juncto Undang – Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

  • Setelah berlakunyaUndang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka berdasarkan  Pasal 29 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Ketentuan tersebut menjelaskan  bahwa anggota  KEPOLISIAN (POLRI) merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek Hukum Militer.

Namun demikian, walaupun anggota polisi juga merupakan warga sipil, tetapi terdapat perbedaan proses                     penyidikan perkaranya dengan warga negara lain karena selain tunduk pada peraturan perundang-                               undangan,          anggota Polri juga terikat pada aturan disiplin dan kode etik yang juga harus dipatuhi. Hal                   tersebut sesuai                    dengan    Peraturan Disiplin Polri yang diatur dalam PP No. 2 Tahun 2003                      tentang Peraturan Disiplin              Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP                             2/2003”). Sedangkan, Kode Etik Kepolisian diatur        dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2011 tentang                   Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik                     Indonesia (“Perkapolri 14/2011”).

  • Berdasarkan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto juncto Undang – Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka Pengadilan TIPIKOR berwenang mengadili tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anggota Militer atau anggota Polri, dan bukan diadili pada Pengadilan Milier (Mahkamah Militer);

5)        Jelaskan perbedaan antara Keterangan Ahli di persidangan  dengan  Keterangan Ahli secara tertulis diluar                  persidangan, jelaskan pula KEKUATAN PEMBUKTIAN Keterangan Ahli pada proses pengambilan putusan                oleh Hakim/Pengadilan dalam perkara pidana.

  •  KETERANGAN AHLI (Verklaringen van Een Deskundige; Expert Testimony) di persidangan ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan (Pasal 186 KUHAP), sedangkan  Keterangan Ahli secara tertulis diluar persidangan adalah keterangan Ahli berupa  alat bukti  surat (Pasal 187 butir c KUHAP). Sebagai contoh dari dan “Keterangan Ahli secara tertulis diluar persidangan sebagai alat bukti  surat” adalah “VISUM ET REPERTUM “ yang dibuat seorang Dokter.
  • Keterangan Ahli baru mempunyai nilai pembuktian bila Ahli tersebut BERSUMPAH terlebih dahulu di muka Hakim (persidangan) sebelum memberi keterangan. Apabila Ahli dalam memberikan keterangannya tidak disumpah (karenatidak mau, atau karena tidak disumpah oleh Penyidik) maka keterangan Ahli tersebut hanya menguatkan KEYAKINAN Hakim. Kekuatan alat bukti keterangan Ahli bersifat bebas, dan tidak mengikat seorang Hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinan Hakim. MANFAAT keterangan Ahli dipersidangan merupakan ALAT BANTU bagi Hakim untuk menemukan KEBENARAN MATERIL, dan Hakim memiliki kebebasan untuk mempergunakannya atau tidak.

SELAMAT UJIAN

One is never too old to learn

 

______________________________

HIMBAUAN PARTISIPASI:

Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com, saya menyatakan:

  • Mengajak VENDOR untuk memasang iklan pada artikel – artikel di website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dengan langsung menghubungi saya;
  • Mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website https://beritahukum-kebijakanpublik.com. Akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi sukarela melalui transfer ke rekening Bank BNI No. 0263783536 atas nama APPE HUTAURUK.

Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel – artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.

#SalamPersasaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK

 

 

https://www.youtube.com/watch?v=TbC35uviSHY&t=17s

LAW  FIRM APPE  HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
KETUA  UMUM  DPP LSM  KOMAKOPEPA
AKTIVIS’98

Leave a Reply

1 comment

  1. Pingback: sex