TEORI HUKUM
“Teori hukum” berbeda dengan “filsafat hukum” dan juga tidak sama dengan “ilmu hukum dogmatik” atau “dogmatik hukum”. Akan tetapi tidak berarti bahwa teori hukum tidak filosofis atau tidak berorientasi pada ilmu hukum dogmatik. Teori hukum sebagai suatu disiplin juga bersifat filosofis dan berorientasi pada ilmu hukum dogmatik. “Teori hukum dapat lebih mudah digambarkan sebagai teori – teori dengan pelbagai sifat mengenai objek, abstraksi, tingkatan refleksi, dan fungsinya” (Klanderman, Mulder dan van der Velden, 1983: Rechtstheorie in Nederland dalam Recente rechtsontwikkelingen 1970 – 1980).
Finch mengintrodusir doctrine dengan dalil “legal theory involves a study of the characteristic features essential to law and common to legal systems. One of its chief objects is analysis of the basic elements of law which make it law and distinguish it from other forms of rules and standards. It aims to distinguish law from systems of order which cannot be (or are not normally) described as legal systems, and from other social phenomena. It has not proved possible to reach a final and dogmatic answer to the question ‘What is law?”.
Sedangkan Muchyar Yahya mengemukakan pendapat bahwa “Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari berbagai aspek teoritis maupun praktis dari hukum positif tertentu secara tersendiri dan dalam keseluruhannya secara interdisipliner, yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan penjelasan yang lebih baik, lebih jelas, dan lebih mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan”.
Friedmann berpendapat bahwa “All systematic thinking about legal theory is linked at one end with philosophy and, at the other end, with political theory”.
“Teori hukum adalah bagian dari disiplin ilmu hukum yang membahas atau menganalisis secara komprefensif, memberikan klarifikasi secara kritis terhadap berbagai problematika hukum positif (tata hukum, ius constitutum) bahkan lebih luas meliputi hukum yang tidak dibatasi ruang teritorial (negara/daerah) dan waktu dengan menggunakan metode interdisipliner” (dikemukakan Appe Hamonangan Hutauruk: 2020). Teori hukum dalam membahas dan menganalisi hukum tidak sekedar menggunakan pendekatan metode sintesis. Dalam mengkritisi hukum sebagai obyek kajiannya, teori hukum mengemukakan argumentasi atau penalaran secara yuridis ilmiah. Hal demikian berbeda dengan dogmatik hukum yang menjawaban pertanyaan atau permasalahan berbagai fenomena hukum berdasarkan kaidah – kaidah yang terdapat dalam hukum positif. Namun demikian dapat dikemukakan persamaan bahwa Dogmatik Hukum dan Teori Hukum adalah sama – sama membahas tentang hukum. Meskipun demikian harus dipahami bahwa dogmatik hukum bukanlah teori hukum dan teori hukum bukanlah dogmatik hukum.
Dogmatik hukum dan teori hukum kedua – duanya mempelajari hukum positif, peraturan perundang – undangan dan yurisprudunsi yang sedang berlaku dalam suatu teritorial tertentu. Dogmatik hukum merupakan suatu teori, teorinya Hukum Positif. Sebaliknya, obyek kajian/telaah Teori hukum tidak hanya hukum positif tetapi meliputi hukum dalam pengertian universal, mencakup juga dogmatik hukum. Dapat dikatakan, teori hukum merupakan teorinya dogmatik hukum. Sehingga, conclusie (conclusion) dari premis diatas dapat ditegaskan bahwa “Sebagai teori dari teori, teori hukum disebut meta teori”. Teori hukum ruang lingkupnya (cakupan kajiannya) lebih luas daripada dogmatik hukum.
Dokmatik hukum sifatnya menjelaskan secara yuridis dan konkret mengenai hukum positif, oleh karena hanya mengemukakan jawaban – jawaban terhadap fenomena hukum yang memang sudah terdapat atau sudah dirumuskan didalam hukum positif (tata hukum). Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan misalnya pertanyaan mengenai “Apa hak milik itu?”, kemudian dijawab secara dogmatis dengan meujuk pada ketentuan Pasal 570 Burgerlijk Wetboek voor IIndonesie (BW) atau Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yakni “Hak milik adalah hak untuk menikmati sesuatu benda dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap benda itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang – undang atau peraturan umum yang ditetapkan suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak – hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang – undang dan dengan pembayaran ganti rugi”.
Teori hukum sebaliknya menganalisis atau membahas secara teoritis dan kritis, tidak sekedar berpedoman atau merujuk pada hukum positif atau peraturan perundang – undangan, tetapi menjawab secara argumentatif dengan penalaran secara teoritis serta kritis. Terhadap pertanyaan “Apa hak itu?”, maka kemudian tidak sekedar dijawab dengan merujuk pada ketentuan hukum positif karena tidak diatur dalam hukum positif, sehingga harus dijawab dengan penalaran secara teoritis dan kritis, seperti salah satu argumentasi doctrine yang menjelaskan bahwa “Hak adalah hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum, hubungan hukum yang wajib dihormati oleh setiap orang”. Ilustrasi yuridis lain misalnya berkaitan dengan pertanyaan “Apakah perjanjian itu?”, memang pertanyaan tersebut sudah dijawab oleh Pasal 1313 Burgerlijk Wetboek voor IIndonesie (BW) atau Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), tetapi jawabannya tidak lengkap dan kurang memuaskan, sehingga teori hukum mencarikan jawabannya.
Dogmatik hukum tidak bermaksud mencari kebenaran. Dogmatik hukum itu tidak mencari apakah isi suatu peraturan itu benar atau tidak. Pada dasarnya yang dicari dogmatik hukum adalah keabsahan atau keberlakuan (das Geltung) daris suatu hukum, misalnya apakah keberlakuan suatu perjanjian itu sah tidak, atau apakah dasar dari keberlakuan dari suatu perjanjian, apakah suatu peraturan perundang – undangan masih berlaku atau tidak. Teori hukum sebaliknya mencari atau menanyakan tentang kebenaran dari eksistensi hukum dan peraturan perundang – undangan.
Writer and Copy Right: Dr. Appe Hutauruk, SH.,MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant