MASYARAKAT DAN FENOMENA HUKUM

 

Masyarakat (society, community) sebagai organisasi kumpulan dari individu – individu, mempunyai dasar hubungan yang bersumber dari berbagai latar belakang, antara lai, dari aspek etnik, territorial, hubungan darah, sosial, agama, profesi dan sebagainya. Namun demikian, banyak pula Ahli Hukum yang mengemukakan batasan makna (definition) dari masyarakat, antara lain:

Menurut  ROBERT MacIVER: “Masyarakat adalah suatu sistem hubungan – hubungan yang ditertibkan (Society means a system of ordered relations)”.

Menurut HAROLD J. LASKI dari London School Economics and Political Science: “Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan – keinginan mereka bersama (A society is a group of human beings living together and work together for the satisfaction of their mutual wants)”.

Ketertiban masyarakat sangat berhubungan dengan proses penegakkan hukum (law enforcement process) agar tercapai atau terwujud “Kedamaian Hidup Bersama” (peaceful living together). Akan tetapi dalam kenyataannya, memiliki pemahaman hukum dengan berbagai persepsi, yang menurut Purnadi Purbacaraka, SH. dan DR. Soerjono Soekanto, SH., MA.  dalam bukunya yang berjudul “Sendi – Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum” merangkup beberapa pengertian hukum menurut pemahaman masyarakat, yaitu:

  1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran;
  2. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala – gejala yang dihadapi;
  3. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan;
  4. Hukum sebagai Lembaga Sosial (Social Institution) yang merupakan himpunan dari kaidah – kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat;
  5. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah – kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis;
  6. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi – pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakkan hukum (law – enforcement officer);
  7. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut pengambilan keputusan yang didasarkan pada hukum, akan tetapi yang juga didasarkan pada penilaian pribadi;
  8. Hukum sebagai proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal – balik antara unsur – unsur pokok dari sistem kenegaraan;
  9. Hukum sebagai sarana sistem pengendalian sosial, yang mencakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bertujuan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga – warga masyarakat (dari segala lapisan) agar mematuhi kaidah – kaidah dan nilai – nilai;
  10. Hukum sebagai perikelakuan atau sikap tindak yang ajeg, yaitu perikelakuan yang diulang – ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian;
  11. Hukum sebagai jalinan nilai – nilai, yaitu jalinan dari konsepsi – konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang apa yang dianggap baik (sehingga harus dianuti atau ditaati) dan apa yang dianggap buruk (sehingga harus dihindari);
  12. Hukum sebagi seni.

Oleh karena itu harus diterapkan upaya – upaya prepentif dan represif  dalam rangka penegakan hukum (law enforcement) melalui alat – alat perlengkapan negara untuk mewujudkan tugas kaidah hukum yang bersifat DWITUNGGAL, yaitu pemberian kepastian hukum yang tertuju pada ketertiban, dan pemberian kesebandingan hukum yang tertuju pada ketenangan atau ketenteraman. Menurut C.J.M. Schuyt (1976) bahwa adanya ketertiban tersebut ditandai dengan ciri – ciri sebagai berikut:

  1. Voorspelbaarheid (dapat diproyeksikan sebelumnya);
  2. Cooperatie (kerjasama);
  3. Controle van geweld (pengendalian terhadap kekerasan);
  4. Consistentie (konsistensi);
  5. Duurzaamheid (tahan lama);
  6. Stabiliteit (stabilitas);
  7. Hierarchie (hirarki);
  8. Conformiteit (konformitas);
  9. Afwezigheid van conflict (tidak adanya konflik);
  10. Uniformiteit (uniformitas);
  11. Gemeenschappelijkheid (gotong – royong);
  12. Relegmaat (teratur);
  13. Bevel (didasarkan kepatuhan);
  14. Volgorde (berpegang pada tahapan yang telah ditentukan);
  15. Uiterlijke stijl (sesuai dengan pola);
  16. Rangschikking (susunan; tersusun);

Dalam konteks penegakkan hukum (law enforcement) yang konsisten dihubungkan  dengan hakekat PEMBANGUNAN NASIONAL INDONESIA  sebagaimana ditegaskan dalam alinea IV Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945  dan komitmen dan cita-cita bangsa kehidupan berbangsa dan bernegara maka HUKUM memiliki peranan penting untuk mengatur dan mengendalikan arah Pembangunan Nasional untuk mewujudkan masyakat adli dan makmur merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila sebagai way of life (way of living. Pembangunan Nasional sejatinya dapat memberdayakan segenap lapisan masyarakat (seluruh rakyat Indonesia) tanpa terkecuali  dengan memandang harkat dan martabatnya tanpa diskriminasi.

Pembangunan Nasional untuk kepentingan masyarakat Indonesia tidak boleh menyimpang dari koridor hukum sebagai suatu tatanan jalinan nilai – nilai dan keputusan penguasa/pemerintah dalam bentuk regulasi dan diskresi. Fenomena hukum dalam konteks hukum  positif/tata hukum (positive law/ius constitutum)  harus diposisikan sebagai suatu SUPREMASI yang memiliki fungsi agent of change untuk mengembangkan potensi masyarakat Indonesia secara komprehensif. termasuk memberikan  jaminan perlindungan hak – hak asasi masyarakat atau kelompok masyarakat yang meliputi  hak-hak sipil,  hak ekonomi, sosial dan budaya dan sebagainya. Sebagai conclusie dapat dinyatakan bahwa hakekat pembangunan (termasuk PEMBANGUNAN HUKUM) harus diarahkan untuk  merubah perilaku masyarakat, berupa kesadaran dan kepatuhan warga negara  atau masyarakat/rakyat Indonesia  terhadap cita – cita luhur para Pendiri Bangsa (Founding Parents). Namun demikian, agar eksistensi hukum dapat memiliki keberlakuan yang efektif sebagai sarana pengendali sosial (social control)  terhadap perilaku  masyarakat maka Politik Hukum Pemerintah dalam membuat berbagai regulasi dan kebijakan – kebijakan umum sebaiknya mempertimbangkan secara sungguh – sugguh kepentingan mendesak masyarakat, kultur masyarakat lokal dan aspirasi rasional masyarakat.

 

Created  and Posted By:
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002

____________________________

HIMBAUAN PARTISIPASI:

Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com, saya mengajak:

  • Mengajak VENDOR untuk memasang iklan pada artikel – artikel di website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dengan langsung menghubungi saya;
  • Mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website https://beritahukum-kebijakanpublik.com. Akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi sukarela melalui transfer ke rekening Bank BNI No. 0263783536 atas nama APPE HUTAURUK.

Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel – artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.

#SalamPersasaudaraan: 
APPE HAMONANGAN HUTAURUK

 

LAW  FIRM APPE  HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
KETUA  UMUM  DPP LSM  KOMAKOPEPA
AKTIVIS’98

Leave a Reply

News Feed