SINERGITAS ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN
Dalam konteks membangun sistem perbankan yang tangguh maka diharapkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kompak dan berkonsentrasi penuh pada tugas masing-masing sesuai yang ditetapkan undang-undang. “BI dan OJK agar kompak dan saling bersinergi dalam melakukan tugasnya masing-masing sesuai yang ditetapkan undang-undang. BI mengelola kebijakan makroprudensial dan OJK kebijakan mikroprudensial.
Memperhatikan fungsi dari masing – masing lembaga tersebut, maka tidak dapat diingkari bahwa saat ini telah tejadi tumpang tindih kewenangan antara BI dan OJK serta tidak efektifnya keberadaan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Keadaan demikian dapat berimbas pada upaya menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mengatasi krisis perekonomian yang terjadi di Indonesia.
Secara prinsip dapat dijelaskan bahwa berdasarkan undang-undang maka Bank Indonesia (BI) mengurus kebijakan makroprudensial seperti kebijakan moneter untuk menjaga inflasi, suku bunga dan stabilitas rupiah, mengelola cadangan devisa, serta sistem pembayaran nasional. Sedangkan di pihak lain tugas OJK fokus pada kebijakan mikroprudential yaitu pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap industri keuangan seperti industri perbankan, pasar modal serta industri keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, dan lembaga keuangan mikro.
Pada dasarnya Dalam Undang – Undang OJK sebenarnya telah diatur secara tegas bentuk hubungan kelembagaan antara OJK, BI, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) di bidang perumusan kebijakan pengaturan dan pemeriksaan bank, pertukaran data dan informasi bank, dan pencegahan serta penangan krisis. Pemisahan mikro-makroprudential untuk mencegah benturan kepentingan, dan mekanisme ‘check & balances’, khususnya dalam pengelolaan industri perbankan.
Tugas dan Kewenangan BI
Kedudukan BI adalah sebagai bank sentral negara Republik Indonesia, yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen, sehingga tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah, kecuali dalam hal-hal tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (“UU BI”) dan perubahannya.
Berkaitan dengan tujuan dan tugas BI, Pasal 7 ayat (1) UU 3/2004 dan Pasal 8 UU BI menyatakan:
Pasal 7 ayat (1)
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pasal 8
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
- Mengatur dan mengawasi Bank.
Berdasarkan kententuan di atas, maka dapat dipahami bahwa BI mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas perekonomian wilayah Indonesia dan tujuan utamanya adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, salah satunya dengan cara mengatur dan mengawasi perbankan di seluruh indonesia.
Namun, perlu diperhatikan, terkait tugas tersebut, Pasal 34 UU 3/2004 menegaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang, yang pembentukannya akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Pengalihan fungsi pengawasan bank dari BI kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga yang dimaksud dalam hal ini adalah OJK.
Tugas dan Kewenangan OJK
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ( “UU OJK”) menyatakan:
Otoritas Jasa Keuangan, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan pasal di atas, OJK merupakan lembaga negara yang mempunyai fungsi regulasi (pengaturan) dan supervisi (pengawasan) terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sama halnya dengan BI, OJK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU OJK, yang menyebutkan bahwa:
OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
OJK dalam menjalankan tugasnya khususnya di sektor perbannkan diberikan beberapa wewenang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7UU OJK, yaitu:
- pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
- perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
- kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
- pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
- likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
- laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
- sistem informasi debitur;
- pengujian kredit (credit testing); dan
- standar akuntansi bank;
- pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
- manajemen risiko;
- tata kelola bank;
- prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
- pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
- pemeriksaan bank.