SEKILAS PEMAHAMAN HUKUM ACARA PIDANA

Uncategorized

Handcuffed man standing in courtroom

SEKILAS PEMAHAMAN HUKUM ACARA PIDANA

 

Nama resmi undang – undang hukum acara pidana Indonesia disebutkan dalam Pasal 285 Undang – Undang Nomor 8  Tahun 1981 Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menegaskan: “Undang – Undang ini disebut Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana”.

Hukum Acara Pidana termasuk pada Hukum Pidana dalam arti luas. Hukum Pidana dalam arti luas meliputi: Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formal (Hukum Acara Pidana).

Pedoman Pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan tentang  TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA, sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak – tidaknya mendekati kebenaran material, ialah kebenaran yang selengkap – lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.

Meskipun Hakim terikat pada Surat Dakwaan sebagai dasar pemeriksaan di sidang pengadilan, ia bebas untuk mendapatkan, mengkwalifisir dan menafsirkan  bukti – bukti termasuk pemeriksaan saksi – saksi yang diajukan oleh para pihak (Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa/Penasehat Hukumnya) untuk memperkuat keyakinannya mengenai apakah benar telah terjadi suatu peristiwa/perbuatan pidana dan apakah benar orang yang didakwa Jaksa Penuntut Umum tersebut adalah pelaku dari tindak pidana tersebut.

Van Bemmelen mengemukakan 3 (tiga) fungsi hukum acara pidana, yaitu:

  1. Mencari dan menemukan kebenaran;
  2. Pemberian keputusan oleh Hakim;
  3. Pelaksanaan keputusan.

Asas – asas penting dalam Hukum Acara Pidana, meliputi:

  1. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.
  2. Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).
  3. Asas Oportunitas, yaitu HAK JAKSA untuk menuntut atau tidak menuntut sutau tindak pidana/perbuatan pidana, dimana asas ini memberikan KEWENANGAN kepada Jaksa Agung berupa kewenangan untuk melakukan DEPONERING  yaitu wewenang Jaksa Agung untuk mengesampingkan atau tidak menuntut suatu perkara pidana berdasarkan asas oportunitas. Dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia, ketentuan deponering  diatur dalam  Pasal 35 huruf C  Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang berbunyi: “Jaksa Agung dapat  menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum”.
  4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum.
  5. Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap ~ Pengertiannya adalah pengambilan keputusan untuk menentukan salah tidaknya Terdakwa dilakukan oleh Hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.
  6. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim.
  7. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum (vide Pasal 69 s/d Pasal 74 KUHAP).
  8. Asas Akusator dan Inkisitor (accusatoir dan inquisitoir) ~ Pengertian dari kedua asas ini adalah: Asas Akusator yaitu Kebebasan untuk memberi dan mendapatkan nasehat hukum, sedangkan yang dimaksud dengan Asas Inkisitor adalah Tersangka/Terdakwa dianggap sebagai obyek pemeriksaan.
  9. Pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan (Pasal 154, 155 dan seterusnya KUHAP). 

 

Created  and Posted By:
Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.
LAW FIRM AHH & ASSOCIATES