AJARAN HUKUM MURNI DARI HANS KELSEN

Uncategorized

AJARAN HUKUM MURNI DARI HANS KELSEN

 

Ajaran Hukum Murni atau Teori Hukum Murni (Pure Legal Theory, Reine Rechtslehre) adalah sebuah  buku tentang ajaran hukum yang ditulis/dikarang   oleh ahli teori hukum (legal theory, rechtstheorie, juridische theorie), yang bernama   Hans Kelsen, dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1934. Ajaran Hukum Murni digolongkan pada aliran positivisme oleh karena pandangan – pandangan dan doktrin – doktrin yang dikemukakan oleh Kelsen tidak jauh berbeda dengan ajaran Austin. Hans Kelsen sebagai seorang Neo Kantian agak berbeda pemikirannya misalnya dengan Neo Kantian lain Rudolf Stammler. Hans Kelsen tegas tidak menganut berlakunya suatu hukum alam (natural law)  walaupun ia mengemukakan adanya asas – asas hukum umum (principles of general law, beginselen van algemeen recht) sebagaimana tercermin dalam Grundnorm/Urspungnorm. Sedangkan di pihak lain, Rudolf Stammler mengakui  dan menganut berlakunya suatu hukum alam walau ajaran hukum alam yang diintrodusirnya  adalah hukum alam yang tidak universal, tetapi daya berlakunya dibatasi oleh ruang dan waktu (limited space and time).

Dalam ajaran Hukum Murni ada 2 (dua)  prinsip  yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, yaitu:

  1. Ajaran tentang hukum yang bersifat murni;
  2. Adanya hierarkis dari perundang – undangan (berasal dari muridnya Adolf Merkl, yang dikenal dikenal dengan ajaran Stufenbau des Recht);

Menurut Hans Kelsen, “Reine Rechtslehre merupakan satu ajaran umum tentang hukum. Tugasnya adalah menentukan metode khusus guna mempelajari dan mengetahui dasar – dasar fundamental dari segala macam hukum: bidangnya tidak terikat pada satu sistem hukum negara tertentu”.[1]  Hukum adalah sebuah sistem norma – norma (norms). Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya”  (das sollen), dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma – norma merupakan  produk dari aksi manusia yang deliberative (konsultatif). Kelsen meyakinini  bahwa hukum, yang merupakan pernyataan – pernyataan  “seharusnya”  tidak bisa direduksi ke dalam aksi – aksi alamiah. In conclusie, inti ajaran hukum murni Hans Kelsen ada adalah: “Bahwa hukum itu harus dibersihkan dari anasir – anasir yang, tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan sebagainya”.

Reine Rechtslehre berupaya  mencari pengetahuan dan pemahaman  mengenai hukum secara ilmiah (scientific law, wissenschaftliches recht) yang tidak terkontaminasi oleh naluri (instinct), kemauan (will), keinginan (desire) dan hal – hal yang lain. Merujuk pada tatanan  unsur etis (ethical element), maka  konsepsi hukum Hans Kelsen tidak memberi  bagi berlakunya suatu Hukum Alam (natural law). Etika (ethics) memberikan suatu penilaian tentang baik dan buruk (judgement about bad or good). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ajaran  hukum Hans Kelsen menghidari orientasi  dari penilaian  tentang baik dan buruk (judgement about good and bad). “Ajaran murni tentang hukum tak boleh dicampuri oleh masalah – masalah politik, kesusilaan, sejarah, kemasyarakatan dan sebagainya. Juga tak boleh dicampuri oleh masalah keadilan; masalah keadilan menurut Hans Kelsen adalah masalah ilmu politik”.[2]

Berorientasi pada kajian  “sosiologis”  berarti bahwa ajaran hukum Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat (Customary law that lives and depelops in society). Ajaran hukum Kelsen hanya memandang hukum sebagai sollen yuridis semata – mata yang sama sekali terlepas das sein/kenyataan sosial. Hukum merupakan sollens katagori dan bukan seins katagori: orang menaati hukum karena ia merasa wajib untuk menaatinya sebagai suatu kehendak negara. Hukum itu tidak lain merupakan suatu kaidah ketertiban (rules of order) yang menghendaki orang menaatinya sebagaimana seharusnya (obey as it should). Sebagai postulat misalnya, “Siapa yang membeli barang seharusnya membayar”. Apakah dalam kenyataannya si pembeli itu membayar atau tidak, itu soal yang menyangkut kenyataan dalam masyarakat dan hal itu bukan menjadi wewenang ilmu hukum (the authority of law science).

Teori atau Ajaran  Stufenbau (Stufenbautheorie) berfokus pada dogma  bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkis dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan yang lebih tinggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang bersifat hipotetis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkret daripada ketentuan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, dapat kita lihat dalam Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 Tentang Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, yang menetapkan sebagai berikut:

–       Undang – Undang Dasar 1945;

–       Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

–       Undang – Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang;

–       Peraturan pelaksanaan lainnya seperti:

  1. Peraturan Pemerintah;
  2. Keputusan Menteri;

Secara prinsip “nilai normatif hukum”  bisa diperbandingkan perbedaannya dengan “nilai normatif agama”. Dogmatis norma agama (religious norm), sebagaimana norma moralitas (moral norm), tidak tergantung kepada kepatuhan aktual dari para pengikutnya. Begitu pula tidak ada sanksi yang benar – benar langsung sebagaimana norma hukum (legals norm), misalnya saja ketika seorang lupa untuk berdoa di malam hari, maka tidak ada instrumen langsung yang memberikan hukuman atas ketidakpatuhannya dari kelalian orang yang lupa berdoa tersebut.

Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktek – pratek aktualnya, putusan Pengadilan dalam memeriksa dan mengadili perkara. Dapat dikatakannya bahwa “perturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid apabila normanya efektif (yaitu secara aktual dipraktikkan dan ditaati)”. Substansi sebenarnya dari Norma Dasar juga (basic norm, Grundnorm) bergantung pada keefektifitasannya. Argumentasi – argumentasi yuridis dalam mendukung teorinya, Hans Kelsen telah berkali – kali menyatakan bahwa  “sebuah revolusi yang sukses pastilah revolusi yang mampu mengubah kandungan isi NORMA DASAR. Sehubungan dengan argumentasi Hans Kelsen tersebut, Carl Joachim Friedrich dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Hukum, Perspektif Historis” mengatakan bahwa, “Bagaimanapun, orang dapat mengatakan bahwa hukum secara umum merupakan legislasi positif yang dibuat oleh legislator untuk kebaikan umum, bahwa kekuasaan legislatif sebagai kekuasaan tertinggi dalam masyarakat mendapat legitimasinya dari keputusan rakyat sebagaimana ditetapkan dalam undang – undang, sedangkan undang – undang ini berakar dari hak alami manusia untuk menjaga dirinya”.[3]

Konsentrasi kajian Hans  Kelsen pada aspek – aspek normatifitasan,  dipengaruhi oleh pandangan sceptic David Hume atas objektifitasan moral, hukum, dan skema – skema evaluatif lainnya. Pengetahuan penting dalam ilmu hukum yang diperoleh  dari karya – karya hukum  Hans Kelsen adalah “sebuah keyakinan adanya sistem normatif yang tidak terhitung dari melakuan presuppose atas Norma Dasar. Tetapi tanpa adanya rasionalitas maka pilihan atas Norma Dasar tidak akan menjadi sesuatu yang kuat. Agaknya, sulit untuk memahami bagaimana normatifitas bisa benar-benar dijelaskan dalam basis pilihan-pilihan yang tidak berdasar”. “Grundnorm merupakan dasar segala kekuasaan dan merupakan “legalitas” hukum positif. Dari grundnorm yang merupakan satu norma yang masih abstrak, dibentuk satu susunan norma – norma yang lebih konkrit, kemudian dari susunan kedua ini dibuat satu susunan dikonkritkan dalam Undang – Undang Dasar, norma – norma dalam Undang – Undang Dasar lebih dikonkritkan lagi dalam Undang – Undang, dari Undang – Undang ke Peraturan Pemerintah dan seterusnya. Dan akhirnya dalam putusan hakim norma – norma tersebut diindividualisir (dipergunakan untuk satu hubungan tertentu) dan dapat dilaksanakan”.[4]


[1] Soetiksno, Filsafat Hukum, Penerbit PT Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan Kesepuluh, Tahun 2003, hlm. 59.

[2] Soetiksno, Ibid, hlm. 60.

[3] Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum, Perspektif Historis, Penerbit Nusamedia, Bandung, Cetakan III, Tahun 2010, hlm. 131.

[4] Soetiksno, Opcit, hlm. 64.

 

______________________________

HIMBAUAN PARTISIPASI:

Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com, saya mengajak:

  • Mengajak VENDOR untuk memasang iklan pada artikel – artikel di website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dengan langsung menghubungi saya;
  • Mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website https://beritahukum-kebijakanpublik.com. Akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi sukarela melalui transfer ke rekening Bank BNI No. 0263783536 atas nama APPE HUTAURUK.

Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel – artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.

#SalamPersasaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK

Writer and Copy Right:
Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002
LAW  FIRM APPE  HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
KETUA  UMUM  DPP LSM  KOMAKOPEPA
AKTIVIS’98

Leave a Reply