HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA

 

Negara (state) pada hakekatnya  merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu atau istilah yang digunakan oleh Aristoteles yaitu “zoon politicon”. Harold J. Laski menyatakan, “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan – keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi – asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (The state is a society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society. A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state when the way of life to which both individuals and associations must conform is defined by a coercive authority binding upon them all)”.[1]  Berdasarkan sifat dasar dari  kodrat manusia yang “senantiasa berkeinginan untuk hidup bersama” tersebut,   merupakan pula sifat dasar negara.  Dengan demikian  negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horisontal dalam hubungan atau interaksi  dengan manusia lainnya  untuk mencapai tujuan bersama (common goals). Konsepsi tersebut mengandung pengertian bahwa  negara mempunyai hubungan  sebab akibat (causalitas) secara  langsung dengan manusia,  karena manusia  yang kemudian memiliki status warga negara (citizen) adalah sebagai pendiri negara berdasarkan contract social  untuk mencapai tujuan – tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Sangat urgent dipahami   bahwa manusia sebagai warga hidup bersama, berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk pribadi ia dikaruniai kebebasan atas segala sesuatu kehendak kemanusiaannya. Sehingga hal inilah yang merupakan suatu kebebasan asasi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhan – nya adalah terwujud dalam agama. Negara adalah merupakan produk manusia sehingga merupakan hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang sifatnya mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak – hak dan kewajiban yang didasarkan atas keimanan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan – nya, sedangkan dalam negara manusia memiliki hak – hak dan kewajiban horisontal dalam hubungannya dengan manusia lain.

Berdasarkan pengertian kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial, maka terdapat berbagai macam konsep tentang hubungan negara dengan agama, dan hal ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing – masing.


[1] Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan Kesepuluh, Tahun 2000, hlm. 39 – 40.


Writer and Copy Right:
Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002

LAW  FIRM APPE  HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
KETUA  UMUM  DPP LSM  KOMAKOPEPA
AKTIVIS’98

Leave a Reply

News Feed