PEMBANGUNAN SOSIAL

PEMBANGUNAN SOSIAL

 

Terdapat banyak kata yang memiliki makna sama dengan kata pembangunan, misalnya perubahan sosial, pertumbuhan, industrialisasi, transformasi, dan modernisasi. Dari kata tersebut istilah “pembangunan” lebih sering digunakan untuk menggambarkan dan memberi makna perubahan ke arah positif dan lebih maju dibandingkan keadaan sebelumnya. Dalam konteks bahasa Inggris, kata pembangunan selaras dengan kata development yang berasal dari kata kerja to develop, yang artinya menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan atau mengubah secara bertahap (to change gradually).

Pembangunan bisa diartikan sebagai proses memajukan atau memperbaiki suatu keadaan melalui berbagai tahap secara terencana dan berkesinambungan.

Menurut Todaro (1997), kemajuan ekonomi merupakan komponen penting dalam pembangunan. Namun demikian, pembangunan bukanlah semata – mata fenomena ekonomi. Pembangunan harus ditujukan lebih dari sekedar peningkatan kemakmuran manusia secara material dan finasial. Pembangunan harus dipandang sebagai proses multi – dimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sosial secara menyeluruh. Disamping upaya – upaya peningkatan pendapatan secara ekonomi, pembangunan juga memerlukan perubahan struktur – struktur sosial, kelembagaan, sikap – sikap masyarakat, termasuk kebiasaan dan keyakinan. Selain itu, pembangunan juga tidak dapat dipisahkan dari proses global. Pembangunan tidak saja dipengaruhi oleh faktor – faktor sosial – ekonomi pada konteks nasional, ia dipengaruhi pula oleh perubahan sistem sosial dan ekonomi dalam konteks internasional.

Berdasarkan pandangan tersebut, selanjutnya Todaro (1997: 18 – 19) mengemukakan bahwa sedikitnya pembangunan harus memiliki tiga tujuan yang satu sama lain saling terkait:

  1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang – barang kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, kesehatan dan perlindungan kepada seluruh anggota masyarakat;
  2. Mencapai kualitas hidup yang bukan hanya untuk meningkatkan kesehatan secara materil, melainkan juga untuk mewujudkan kepercayaan diri dan kemandirian bangsa. Aspek ini meliputi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, pendidikan dan budaya serta nilai kemanusiaan;
  3. Memperluas kesempatan ekonomi dan sosial bagi individu dan bangsa melalui pembebasan dari perbudakan dan ketergantungan pada orang atau bangsa lain serta pembebasan dari kebodohan dan penderitaan.

Meskipun dimensi pembangunan menunjuk pada setiap gerak dan aktivitas demi perbaikan kualitas hidup manusia secara luas, dalam realitas keseharian maknanya kerap menyempit menjadi sekedar upaya perbaikan fisik dan ekonomi suatu masyarakat. Hal ini selain disebabkan indikator – indikator fisik dan ekonomi memang lebih mudah diukur, di kalangan para ahli telah berkembang suatu anggapan bahwa membangun manusia adalah membangun ekonominya. Demikian kuatnya variabel ekonomi ini mempengaruhi perspektif pembangunan, sehingga pada awal perkembangannya, teori – teori pembangunan sangat didominasi oleh paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.

Dewasa ini banyak muncul gagasan untuk merumuskan kembali konsepsi pembangunan dari yang hanya bersifat sektoral dan economic – oriented menjadi lebih komprehensif dan integralistik. Konsepsi pembangunan yang memperhatikan segenap aspek kehidupan memang merupakan persoalan krusial dimanapun, termasuk di Indonesia. Sebagai sebuah proses, pembangunan adalah gerakan yang tidak sederhana, melainkan sangat kompleks dan multidimensional untuk mendayagunakan segenap sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya ekonomi dan sumber daya budaya yang ada. Sebagai sebuah cita – cita, pembangunan ditujukan untuk menjawab setiap kebutuhan manusia, apakah itu kebutuhan fisik – ekonomi, mental – spiritual, atau politik – sosial.

Kesadaran untuk merumuskan kembali konsepsi pembangunan itu, terutama muncul dari keperihatinan atas realitas dan tantangan bahwa meskipun di satu pihak pembangunan ekonomi telah mencapai titik yang menggembirakan, di lain pihak persoalan – persoalan baru seperti ketimpangan kesejahteraan, keresahan sosial, kerusakan lingkungan, dan rendahnya partisipasi sosial, muncul kepermukaan. Satu perspektif pembangunan yang kini tengah populer dan menjawab tantangan di atas adalah konsepsi pembangunan sosial. Paham pembangunan baru ini berupaya mencari titik keseimbangan optimal (optimum trade – off) antara kepentingan ekonomi dan sosial menuju pembangunan  yang humanistik, partisipatif dan memperhatikan matra pemberdayaan manusia.

Konsepsi mengenai pembangunan sosial muncul sebagai kritik atas kekurangan model – model pembangunan konvensional, baik yang sosialis maupun yang kapitalis, yang begitu memusatkan perhatian pada produksi dan industri padat modal. Dengan mengabaikan prinsip keadilan sosial, pendekatan pembangunan konvensional kurang memiliki perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberdayaan kelompok lemah. Secara ringkas, pembangunan sosial adalah sebuah strategi pembangunan yang pro – kerakyatan, anti kemiskinan dan anti kesenjangan.

Menurut Hardiman dan Midgley (1995) model pembangunan sosial menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelnjutan. Tujuan tersebut dicapai melalui:

  1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemag secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja;
  2. Menyediakan dan memberikan pelayanan sosial, khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Upaya pertama mengarah pada penciptaan peluang bagi kelompok yang lemah secara ekonomi. Upaya kedua terfokus pada peningkatan kemampuan mereka dalam merebut dan memanfaatkan peluang yang telah diciptakan tadi. Prinsip pokok pembangunan sosial menempatkan masyarakat sebagai pusat dari  proses pembangunan dan ekonomi adalah cara untuk melayani kebutuhan manusia. Setiap orang, pemerintah atau lembaga apapun harus menghormati arti kehidupan manusia secara global, yang bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya dan melindungi kelangsungan lingkungan kita sendiri.

Dalam arti normatif, prinsip pembangunan sosial juga menganjurkan untuk menyatukan keterkaitan aspek dan kebijakan ekonomi, sosial, kemasyarakatan, dan pribadi dalam rangka mendukung martabat manusia itu sendiri. Anjuran untuk mempertinggi martabat manusia dilakukan pada berbagai tingkat nasional, maupun internasional dengan cara toleransi serta menghormati pluralisme atau keanekaragaman budaya, sosial dan politik. Lebih lanjut, pembangunan sosial mempunyai prinsip untuk memperkukukh hak terhadap pembangunan dan hak asasi lainnya, serta memajukan hak dan tanggung jawab untuk kemajuan sosial dan keamanan untuk semua. Berdasarkan prinsip nilai tersebut, maka setiap orang berhak untuk mendapat kehidupan yang layak, dimulai dari terpenuhinya kebutuhan dasar sampai pada kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kreativitas pribadinya. Mengacu pada Conyers (1982), ada tiga karakteristik utama pembangunan sosial, yaitu pemberian pelayanan sosial, pembelaan terhadap nilai – nilai kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat.

Pembangunan sosial sebagai pemberi pelayanan sosial yang mencakup program nutrisi, kesehatan, pendidikan, perumahan, dan sebagainya, secara keseluruhan memberikan kontribusi kepada perbaikan standar hidup masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan sosial dalam konotasi ini antara lain adalah angka harapan hidup, angka kematian bayi, morbiditi, angka kemampuan membaca dan menulis dan sebagainya. Dalam pengertian ini pembangunan sosial berorientasi pada kesejahteraan (welfare oriented).

Pembangunan sosial sebagai upaya mewujudkan nilai – nilai kemanusiaan, seperti keadilan sosial, keamanan dan ketenteraman hidup, kemandirian keluarga dan masyarakat (self – reliance), harga diri (self – esteem), kebebasan dari dominasi (liberation), hidup sederhana (plain living).

Pembangunan sosial sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengambil keputusan dan mengaktualisasikan diri mereka. Dalam kaitan ini, pembangunan sosial terkait dengan upaya pemberdayaan (empowerment).

Writer and Copy Right:
Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002

https://www.youtube.com/watch?v=ljReqiEt7d4

Leave a Reply

News Feed