SIKAP REALISTIK  TERHADAP EKSISTENSI HUKUM  DAN FENOMENA KEJAHATAN

Uncategorized

Toft Street, Liverpool, 1971

SIKAP REALISTIK  TERHADAP EKSISTENSI HUKUM  DAN FENOMENA KEJAHATAN

 

Dr. Allen menjelaskan  bahwa elemen/unsur  pokok tindak pidana (criminal act) atau kejahatan (crime) pada hakekatnya:

–       Wrongfulness (Kejahatan);

–      Social harm involving moral culpability (Kejahatan moral yang membahayakan kehidupan sosial);

–      Public welfare offences (Perbuatan yang menyakiti kesejahteraan publik);

Pada dasarnya  dalam kajian ilmu hukum pidana,  elemen  kejahatan yang dikemukakan diatas, secara tradisional bahkan secara kontemporer, hanya dikelompokkan menjadi 2 (dua);

Hakekatnya, sejak jaman  dahulu (pada saat terjadi peristiwa KAIN dan HABIL pada jaman Nabi Adam)   sampai saat ini,   pengutukan terhadap perbuatan yang dianggap TINDAK KRIMINAL,  yang  harus  diancam dengan hukuman (whose sanction is punitive), dan terhadap peristiwa demikian  tidak ada pengampunan (unremissable) terdiri dari: 1) MALA IN SE atau MALUM IN SE, dan 2) MALA PROHIBITA atau MALUM PROHIBITUM.

I. MALA IN SE atau MALUM IN SE, meliputi:

  1. Perbuatan pada dirinya sendiri JAHAT (a wrong in itself);
  2. Perbuatan maupun peristiwa menurut sifat dan hakekatnya benar – benar TIDAK SAH (an act or case involving illegality from the very nature);

Secara spesifik, Henry Campbell mengatakan, suatu jenis perbuatan pidana  digolongkan MALUM IN SE, yaitu: “It is inherently end essentially evil; immoral in its nature, and injurious in its consequences”.

Tindak pidana atau kejahatan yang tergolong  MALA  IN  SE  adalah tindak pidana kejahatan (evil) yang dari sifat dan bentuknya TIDAK BERMORAL, serta menimbulkan akibat yang menyedihkan, bisa mati, luka atau lumpuh. Sedangkan  tindak pidana yang termasuk kedalam MALUM IN SE adalah kejahatan:

–       Yang bersifat universal;

–       Sangat jahat dan kejam;

–       Menurut sifatnya sendiri jahat meskipun sekiranya tidak diatur dalam undang – undang;

Jenis kejahatan yang termasuk kedalam MALUM IN SE, antara lain  tindak pidana berupa:  PEMBUNUHAN, PENCURIAN, PERAMPOKAN, PERKOSAAN, PENGANIAYAAN  dan  sebagainya.

II. MALA PROHIBITA atau  MALUM  PROHIBITUM, meliputi:

–       Sesuatu perbuatan dinyatakan SALAH atau JAHAT atau menjadi tindak pidana, karena undang – undang MELARANGNYA, atau disebut A WRONG PROHIBITED. Dalam hal ini perbuatan yang semula dari sifatnya bukan IMMORAL dan bukan JAHAT (evil), tetapi kemudian perbuatan ini oleh undang – undang dilarang. Oleh Henry Campbell dirumuskan, “a thing which is wrong because prohibited”;

–       Dapat juga dirumuskan: suatu yang menurut hakekatnya bukan perbuatan yang immoral (is not inherently immoral), tetapi kemudian menjadi perbuatan yang SALAH dan IMMORAL, karena undang – undang positif mengancamnya secara tegas;

–       Oleh Bryan A. Corner merumuskan: “wrong merely because it is prescribed and made unlawful by statute”. Sebagai contoh yang paling umum dapat dikemukakan yaitu:  tindak pidana yang berkenaan dengan ketertiban umum yang mengandung unsur kelalaian (negligence), seperti: pelanggaran lalu lintas, kejahatan imigrasi, peniruan merek, pelanggaran antitrust, persaingan bebas atau perlindungan konsumen, pertanggungjawaban produksi (product liability), tindak pidana lingkungan, dan sebagainya;

Berkaitan dengan hukum sebagai sarana pengendalian sosial dalam interaksi kehidupan umat manusia maka  sangat tepat yang dikatakan Benyamin Sells bahwa “Kapanpun manusia tetap memerlukan hukum,  karena kapan dan dimanapun hukum  a place – keeping mission”. Suatu adigium menyatakan bahwa “Masyarakat yang hidup  without law anarchy”.

Created and Posted By:
Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant

 

 

Leave a Reply