BEBERAPA PENGERTIAN DASAR BERKAITAN DENGAN TANAH DAN PROBLEMATIKA HUKUM
Definisi (de definitie, definition) atau pengertian “TANAH” sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (disebut juga Undang – Undang Pokok Agraria atau disingkat UUPA) adalah “permukaan bumi”. Sedangkan yang dimaksud dengan “Hak Penguasaan atas Tanah” adalah “kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang mempunyai hak atas tanah tersebut untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu terhadap tanah yang dimilikinya, sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku”.
Pada hakekatnya upaya mendaftarkan tanah ke Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) artinya mengajukan permohonan untuk meminta kepada Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar tanah yang dimohonkan tersebut dicatat identitasnya di Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kepada Pemohon diberikan sertifikat hak atas tanah yang dimohonkan untuk didaftarkan tersebut. Dalam hal tindakan mengidentifikasi, memverifikasi (verifieren) serta menerbitkan sertifikat tanah sebagai suatu ketetapan (beschikking) yang dilakukan oleh Aparatur Negara/Aparatur Pemerintah di lingkungan Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan perbuatan hukum oleh alat – alat pemerintahan (bestuursorganen) untuk mecapai tujuan pemerintahan (administration) terutama dalam rangka Reforma Agraria.
Pengertian “IDENTITAS TANAH” adalah keterangan – keterangan tertulis yang meliputi data – data menyeluruh (comprehensive) mengenai sebidang tanah, sehingga bidang tanah tersebut jelas jenis status dan hak yang melekat diatas tanah tersebut, luas, batas – batas, keadaan, letak, pemilik dan ciri – ciri khas lainnya dari tanah tersebut.
Secara prinsip, fungsi identitas tanah adalah agar setiap tanah mempunyai “kepribadian” atau “ciri – ciri” spesifik sebagai pembeda dengan hak atas tanah yang lain, sehingga setiap bidang tanah dapat diketahui dan dipisahkan dengan bidang hak atas tanah yang lain. Secara spesifik, Identitas Tanah dapat dilihat dan diketahi berdasarkan data – data atau keterangan – keterangan yang terdapat dalam sertifikat tanah, misalnya: Sertifkat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan sebagainya.
Dengan mendaftarkan tanah untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah maka pemilik tanah yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut memperoleh nilai kemanfaatan (value of expediency/value of benefits) yang dijamin oleh peraturan perundang – undangan. Pada umumnya terdapat beberapa manfaat yang menguntungkan pemegang sertifikat tanah sebagai pemilik hak atas tanah, antara lain: 1) Sertifikat hak atas tanah merupakan bukti yang kuat mengenai hak atas tanah, 2) Sertifikat hak atas tanah dapat dijadikan sebagai jaminan yang aman suatu perikatan, 3) Sertifikat hak atas tanah merupakan jaminan atas hak – hak Ahli Waris, 4) Sertifikat hak atas tanah dapat mempermudah transaksi atas tanah, 5) Sertifikat hak atas tanah dapat meningkatkan nilai jual tanah.
Secara umum dapat dideskripsikan cara pendaftaran tanah, yang meliputi:
- Pemohon harus membawa seluruh dokumen – dokumen berkaitan dengan tanah yang dimiliki ke Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan wilayah yurisdiksi dimana tanah tersebut terletak atau berada;
- Pemohon mengajukan permohonan agar dikeluarkan sertifikat atas tanah tersebut (Kantor Pertanahan telah menyediakan formulir isian mengenai pendaftaran tanah tersebut);
- Dokumen – dokumen yang dibawa tergantung pada “asal hak atas tanah” (hal ini berhubungan dengan sejarah atau riwayat perolehan tanah) yang dimiliki oleh Pemohon.
- Dokumen – dokumen (surat – surat) yang harus dibawa ke Kantor Badan Pertanahan Nasional apabila hendak mendaftarkan tanah yang diperoleh dari warisan, adalah; 1) Sertifikat tanah tersebut, 2) Akta pembagian harta warisan yang dibuat oleh PPAT, 3) Surat Kematian Pewaris, 4) Surat Keterangan Hak Mewaris, 5) Ipeda/PBB atas tanah tersebut.
Berkaitan dengan cara pendaftaran tanah maka untuk tanah yang sifatnya dikuasai secara turun – temurun dengan alas hak girik, maka yang harus dibawa ke Kantor Badan Pertanahan Nasional adalah; 1) Surat Girik, 2) Surat Keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang dikuatkan oleh Camat tentang kepemilikan tanah tersebut, 3) Surat Pernyataan anda bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa, tidak dibebani dengan Hak Tanggungan dan/atau jaminan lainnya serta sejak kapan anda memiliki tanah tersebut (Surat Keterangan dan Surat Pernyataan formulirnya ada di Kantor Kelurahan atau Kantor Badan Pertanahan Nasional).
Sebagai bahan perbandingan (comparison, vergelijking) dapat diintrodusir bahwa sebutan atau istilah untuk “Surat Girik” adalah berbeda – beda di setiap masing – masing daerah yang terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), istilah – istilah tersebut antara lain; Petok D, Letter C, Ketitir, didaerah tertentu disebut Surat Ipeda, atau sekarang disebut dengan istilah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Namun demikian dapat pula dijelaskan bahwa apabila permohonan pendaftaran tanah dilakukan bersamaan dengan pendaftaran jual – beli maka formulirnya disertakan dengan formulir Akta Jual Beli dari Notaris/PPAT.
Sesuai dengan prosedur, setelah Pemilik tanah selaku Pemohon mengajukan permohonan pendaftaran tanah, maka harus menunggu 2,5 atau 3 bulan untuk menentukan apakah sertifikat hak atas tanah yang dimohonkan tersebut dapat diterbitkan atau tidak. Persyaratan tersebut sebagai konsekwensi yuridis dari ketentuan imperatif yang ditentukan peraturan perundang – undangan di bidang pertanahan yaitu bahwa “penerbitan sertifikat harus melalui syarat publisitas melalui pengumuman yang bersifat terbuka untuk memberikan kesempatan kepada pihak – pihak yang merasa kepentingan hukumnya (haknya) ada tersangkut dengan penerbitan sertifikat tersebut”.
Mengenai biaya pendaftaran tanah, secara yuridis formal diatur dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor.2 Tahun 1978. Sedangkan biaya pendaftaran tanah yang terjadi dari pewarisan diatur dalam pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor.2 Tahun 1978.
Writer and Copy Right: Dr. Appe Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant