KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA

Businessman holding flag standing on top of stairs

KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA

 

 Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm dalam bahasa Jerman) adalah kedudukan sebagai kaidah negara yang fundamental. Teori tentang staatsfundamentalnorm ini dikembangkan oleh Hans Nawiasky, seorang ahli hukum berkebangsaan Jerman.

Hans Nawiansky menyempurnakan teori yang dikembangkan oleh gurunya, Hans Kelsen. Hans Kelsen mengembangkan teori Hirearki Norma Hukum (stufentheorie Kelsen) bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirearki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipothesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm).

Hans Nawinsky mengembangkan teori tersebut dan membuat Tata Susunan Norma Hukum Negara (die Stufenordnung der Rechtsnormen) dalam empat tingkatan:

  • Staatsfundamentalnorm(Norma Fundamental Negara) atau Grundnorm (menurut teori Kelsen)
  • Staatsgrundgezets(Aturan Dasar/Pokok Negara)
  • Formell Gezets(UU Formal)
  • Verordnung & Autonome Satzung(Aturan Pelaksana dan Aturan Otonomi).

Menurut teori Kelsen-Nawiansky grundnorm atau staatsfundamentalnorm adalah sesuatu yang abstrak, diasumsikan (presupposed), tidak tertulis; ia tidak ditetapkan (gesetz), tetapi diasumsikan, tidak termasuk tatanan hukum positif, berada di luar namun menjadi dasar keberlakuan tertinggi bagi tatanan hukum positif, sifatnya meta-juristic.

Seorang ahli hukum Indonesia, Notonagoro berpendapat lain. Teori Notonagoro agak berbeda dengan teori Kelsen-Nawiasky. Notonagoro menyatakan bahwa Grundnorm bisa juga tertulis. Pancasila mengandung norma yang digali dari bumi Nusantara, semula tidak tertulis tetapi kemudian ditulis.

Teori tentang staatsfundamentalnorm menjadi hangat saat dilakukan amendemen UUD 1945 pada tahun 1999-2002. Sebagian pihak ingin melakukan amendemen Pembukaan UUD 1945 dengan berpendapat bahwa Pembukaan UUD 1945 bukanlah staatsfundamentalnorm (berdasarkan teori Kelsen-Nawiansky) sedangkan sebagian lagi mengikuti pendapat Notonagoro bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah staatsfundamentalnorm yang dituliskan sehingga tidak boleh diubah, kecuali dengan membubarkan negara.

 

A.   Kedudukan Pancasila

Berdasarkan teori Nawiasky, A. Hamid S. Attamimi kemudian memban­dingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum yang berlaku di Indonesia. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia berdasarkan teori tersebut, yaitu:

1)          Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).

2)          Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.

3)          Formell gesetz: Undang-Undang.

4)          Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamental-norm pertama kali disampaikan oleh Notonagoro. Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm  maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.

Namun, dengan penempatan Pancasila sebagai Staats-fundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsepsi norma dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat oleh Nawiasky, serta melihat hubungan antara Pancasila dan UUD 1945.

Semua norma hukum adalah milik satu tata aturan hukum yang sama karena validitasnya dapat dilacak kembali, secara langsung atau tidak, kepada konstitusi pertama. Bahwa konstitusi pertama adalah norma hukum yang mengikat adalah sesuatu yang dipreposisikan, dan formulasi preposisi tersebut adalah norma dasar dari tata aturan hukum ini.

Pancasila lahir dan dirumuskan dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat membahas dasar negara, khususnya dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Soekarno menyebut dasar negara sebagai Philosofische grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauungatau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.

Pidato yang dikemukakan Soekarno pada saat itu adalah rangkaian persidangan BPUPKI yang membahas dasar negara. Selain Soekarno, anggota-anggota yang lain juga mengemukakan pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan dalam persidangan tersebut, kemudian ditunjuk tim perumus yang terdiri dari 8 orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata, Mr. A. Maramis, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H. Wachid Hasjim. Tim ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945. Dokumen inilah yang menjadi Pembukaan UUD 1945 setelah terjadi kompromi dengan pencoretan tujuh kata. Walaupun pengaruh Soekarno cukup besar dalam perumusan dokumen ini, namun dokumen ini adalah hasil perumusan BPUPKI yang dengan sendirinya merepresentasikan berbagai pemikiran anggota BPUPKI. Dokumen ini disamping memuat lima dasar negara yang dikemukakan oleh Soekarno, juga memuat pokok-pokok pikiran yang lain.

Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam Jakarta yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan Philosofische grondslag dan  Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.

 

B. Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum

Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai- nilai dasar Pancasila sebagai sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yang dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.

Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.

Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.

Writer and Copy Right:
Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant

Leave a Reply

News Feed