SELAYANG PANDANG FILSAFAT HUKUM
Soetikno (1976:10), merumuskan: “Filsafat hukum mencari hakikat daripada hukum, yang menyelidiki kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai – nilai”.
L. Bander O.P (1948:11), mengatakan: “De rechtsphilosophie of wijsbegeerte van het recht is een wetenschap, die deel uitmaakt van de philosiphie”.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1979:11), mengatakan: “Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai – nilai; kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai – nilai misalnya: penyerasian antara ketertiban dengan ketenteraman, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan pembaharuan”.
Menurut Mahadi (1989:10): “Filsafat hukum ialah falsafah tentang hukum; falsafah tentang segala sesuatu di bidang hukum secara mendalam sampai ke akar – akarnya secara sistematis”.
Soedjono Dirdjosisworo (1984:48), mengemukakan: “Filsafat hukum adalah pendirian atau penghayatan kefilsafatan yang dianut orang atau masyarakat atau negara tentang hakekat ciri – ciri serta landasan berlakunya hukum”.
Van Apeeldorn (1975), menguraikan sebagai berikut: “Filsafat hukum menghendaki jawaban atas pertanyaan: Apakah hukum? Ia menghendaki agar kita berpikir masak – masak tentang tanggapan kita dan bertanya pada diri sendiri, apa yang sebenarnya kita tanggap tentang ‘hukum’”.
Rumusan filsafat hukum yang dikemukakan oleh E. Utrecht (1966), ialah: “Filsafat hukum memberi jawaban atas pertanyaan – pertanyaan seperti: Apakah hukum itu sebenarnya? (persoalan: adanya dan tujuan hukum itu). Apakah sebabnya maka kita menaati hukum? (persoalan: berlakunya hukum). Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu? (persoalan: keadilan hukum). Inilah pertanyaan – pertanyaan yang sebetulnya juga dijawab oleh ilmu hukum. Akan tetapi, bagi orang banyak jawaban ilmu hukum tidak memuaskan. Ilmu hukum sebagai suatu ilmu empiris hanya melihat hukum sebagai suatu gejala saja, yaitu menerima hukum sebagai suatu “gegebenheit” belaka. Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah dalam arti kata “ethisch wardeoordeel”.
Filsafat hukum berusaha mencari suatu “rechtsideal” yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” (ethisch) bagi berlakunya sistem hukum positif suatu masyarakat (seperti “Grundnorm” yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran – aliran seperti Neo – Kantianisme).
Filsafat pada umumnya mencari “ethisch waarde” dan “ideale levenshouding” yang dapat menjadi dasar tetap petunjuk – petunjuk hidup kita. Pada zaman sekarang, khusus di Jerman dan Amerika Serikat ada perhatian besar terhadap filsafat. Di Indonesia ada kecenderungan untuk mendasarkan pelajaran hukum sebanyak – banyaknya pada filsafat.
Satjipto Rahardjo (1982:321) menguraikan filsafat hukum sebagai berikut: Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan – pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan – pertanyaan tentang “hakekat hukum”, tentang “dasar – dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan contoh – contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu.
Gustaf Radbruch (1952) merumuskan: “Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar”.
Langemeyer (1948) mengatakan bahwa: “Filsafat hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum”;
Anthoni D’Amato (1984:2) menyatakan: “Jurisprudence atau filsafat hukum acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dari pengertian hukum secara abstrak”.
Menurut Bruce D. Fischer (1977:1): “Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (“prudence”) berkenaan dengan hukum (“juris”) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum”.
Created and Posted By: Dr. Appe Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant