ANTITRUST SEBAGAI SUATU TANTANGAN
Amerika Serikat (United State) dengan popularitasnya sebagai negara kapitalis dengan paham “LIBERAL” dan “INDIVIDUALISTIK”, secara formal telah mengeluarkan Undang – Undang Antitrust pada tahun 1890. Sebelumnya, pengendalian perekonomian Amerika dipegang dan didominasi oleh Pengusaha Kecil (small business). Akan tetapi setelah berakhir “Perang Saudara” (Civil War), terjadi fenomena dimana berkembangnya korporasi dan industri besar sebagai suatu “KEKUATAN EKONOMI”. Implikasi tersebut membuat perusahaan kecil “hancur dan luluh – lantah” sehingga harus mengikuti pola sistem “merger, akuisisi, dan kombinasi (combination)”.
Pada prinsipnya terdapat beberapa latar belakang dan alasan pokok yang menjadi pemantik lahirnya “antitrust act” di negara Amerika Serikat, diantaranya yaitu:
- Paradigma dan praktek sistem perekonomian kapitalisme murni (pure capitalism) harus dibatasi;
- Sebab menghancurkan pesaing (competitor) dan persaingan bebas (free competition), terutama pengusaha kecil.
- Juga menghancurkan esensi karakteristik pasar bebas, dimana harga ditentukan oleh kekuatan permainan di pasaran menjadi hancur.
- Penumpukan kekuasaan dan kekuatan perdagangan pada satu tangan baik melalui akuisisi, merger, atau kombinasi, dianggap perbuatan “korupsi”, sebab dalam perdagangan yang seperti itu perusahaan tersebut akan bertendensi melakukan:
- Monopoli pasar secara horisontal dan vertikal.
- Mengatur sepenuhnya perdagangan (restraints of trade).
- Mengatur dan menetapkan harga (price fixing)sesuka hati.
- Pihak yang korban, selain pengusaha kecil adalah masyarakat banyak, sebab terpaksa membeli mahal karena tidak ada pilihan lain.
- Kenyataan tersebut menimbulkan sikap bahwa dianggap perlu menetapkan suatu ketentuan hukum. Setiap tindak monopoli yang bersifat “restraints of trade” dan “price fixing” dianggap sejak semula tidak sah atau“ilegal per se”, karena itu dinyatakan perbuatan melanggar hukum (unlawful act), dengan demikian IMPLIKASI YURIDIS atas perbuatan tersebut adalah:
- Diancam dengan hukum pidana.
- Dapat dijatuhi tuntutan ganti rugi berdasarkan asas “trible damages”(tiga kali lipat).
Secara teoritis maka batasan dan kapan suatu KEKUATAN MONOPOLI (monoply power) dianggap telah mampu mengendalikan perdagangan (trade restrain), didasarkan pada patokan “unreasonable trade restraint”, dilakukan dengan cara:
- Harus dilakukan evaluasi secara kasus demi kasus satu per satu (case by case);
- Evaluasi tersebut didasarkan pada pertimbangan apakah monopoli itu telah menimbulkan efek terhadap PERSAINGAN BEBAS YANG TIDAK TERKENDALI (free fight competition);
- Apabila dalam kenyataan yang sebenarnya(in concreto) tidak menimbulkan peluang untuk terjadinya sistem persaingan bebas yang tidak terkendali (free fight liberalism system), monopoli yang demikian dianggap masih MASUK AKAL (“reasonable”).
Apabila terdapat ekspektasi untuk menumbuhkan persaingan bebas yang sehat (fair competition) maupun meningkatkan efisiensi serta memberi hak hidup yang wajar bagi pengusaha kecil (small business) untuk berperan aktif dalam kegiatan perekonomian, mendesak dan penting sifatnya untuk segera dirumuskan dan dikeluarkan Undang – Undang Antitrust, hal ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa apabila komparasinya adalah dengan negara Amerika Serikat , maka negara Indonesia sudah ketinggalan 1 (satu) abad, dalam hitungan kurun waktu yang sudah sangat lama.