ALIRAN POSITIVISME HUKUM

Hans Kelsen, Porträt

ALIRAN POSITIVISME HUKUM

 

Membicarakan aliran-aliran dalam ilmu hukum (teori hukum) berarti membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak jaman kerajaan Yunani dan Romawi beberapa abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai kancah pemikiran tentang hukum sampai ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang utama pada masa sekarang bisa dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori-teori hukum telah mendapatkan rumusannya pada masa itu.

Aliran Hukum positivis (Positivisme hukum) memisahkan antara hukum dengan moral: memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen). Menurut aliran positif, tidak ada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command of the souverign). Bahkan bagian dari aliran hukumpositif (yaitu legisme) berpendapat lebih tegas: Hukum ialah undang-undang. Aliran hukum positif dapat dibedakan: 1). Aliran hukum positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin (1790): dan 2). Aliran hukum Murni (Reine Rechtslere-The Pure of Law) yang dipelopori oleh Hans Kelsen.

Aliran hukum positif Analitis (Analitycal jurisprudence) dikemukakan  oleh John Austin (1730-1859). Menurut aliran ini hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakekat hukum terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, Logis, dan tertutup. Dalam bukunya Austin mengatakan “A Law is a command which obliges a person or person……laws and other commands are said to proceed from superiors, and to bind or oblige inferiors”. Austin membedakan hukum dalam dua jenis : 1). Hukum dari Tuhan untuk manusia dan 2). Hukum yang dibuat oleh manusia. Austin membedakan lagi: 1). Hukum yang sebenarnya, dan 2). Hukum yang tidak tidak sebenarnya. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif). Sedangkan hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum. Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat unsur:  1. Perintah (command);  2. Sanksi (sanction);  3. Kewajiban (duty);  4. Kedaulatan (sovereignty).

Dalam bidang ilmu sosiologi, antropologi, dan bidang ilmu sosial lainnya, istilah positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.

Positivisme secara etimologi (akar/asal kata)  berasal dari kata positive (positif), yang dalam bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam angan-angan (impian) yang bersifat utopis, atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal manusia yang bersifat imajinatif. Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu paham yang dalam “pencapaian kebenaran”  bersumber dan berpangkal pada peristiwa  yang bersifat realistik (factual). Segala peristiwa atau hal ikhwal  di luar “KEBENARAN”,  secara kausalitas harus  diabaikan dan  tidak dapat  dikaji merujuk pada aliran positivisme.

 

Created  and Posted By: 
Dr. Appe Hutauruk, SH., MH. 
Lecturer, Advocate and Legal Consultant 


Leave a Reply

News Feed