PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN EKONOMI
Note: Jakarta, 7 Mei 2020 Tulisan singkat Appe Hamonangan Hutauruk pada masa Penerapan Kebijakan Pemerintah dalam rangka untuk Penanggulangan wabah Virus Corona (Covid – 19)
Pada kalangan akademisi ekonomi (economic academics), dapat dikatakan jarang ditemukan pakar/ahli ekonomi (economist) yang mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar “MORALITAS KEMANUSIAAN” dan “KETUHANAN” (humanity and divinity morality). Keadaan demikian menyebabkan pengembangan ekonomi (economic development) mengarah pada sistem persaingan bebas yang tidak terkendali (free fight liberalism system), yang ditandai dengan “yang kuat memangsa yang lemah, dan yang kuat akan menjadi pemenang”. Sistem dan model ekonomi liberal dan persaingan bebas demikian, timbul sebagai implikasi dari perkembangan dan kemajuan Ilmu Ekonomi (economics) sekitar akhir abad ke – 18 yang memberikan stimulus tumbuh-kembangnya “ekonomi kapitalis” (capitalist economy). Selanjutnya di Eropa pada awal abad ke – 19 muncul suatu aliran pemikiran sebagai reaksi dikotomi atas perkembangan “ekonomi pasar bebas” (free market economy) tersebut, yaitu faham “ekonomi sosialisme – komunisme” (communist – socialism economy) yang berorientasi pada memperjuangkan nasib kaum PROLETAR (kelompok masyarakat kelas kedua atau kelas rendah yang hanya hidup dari upah/gaji) yang ditindas oleh kaum KAPITALIS. Kelompok Kapitalis sering memperlakukan kelompok Proletar secara sewenang – wenang dengan merendahkan harkat dan martabat manusia, dimana buruh dianggap hanya seagai obyek dari mesin produksi dalam sistem perekonomian. Dengan demikian, merujuk pada deskripsi singkat diatas, maka dapat dipahami pemikiran yang mendalilkan bahwa dewasa ini negara – negara modern yang fokus pada penegakkan hukum dan Hak Asasi Manusia menganggap sebagai suatu syarat utama yang sangat penting dan mendesak sifatnya untuk mengembangkan “sistem perekonomani yang didasarkan pada moralitas humanistik dan ekonomi yang berkemanusiaan”.
Konsepsi dan tatanan “sistem perekonomani yang didasarkan pada moralitas humanistik dan ekonomi yang berkemanusiaan” apabilah ditelaah secara lebih mendalam, memiliki sinkronisasi dengan ekonomi kerakyatan yang menjadi esensi dari model “EKONOMI PANCASILA”. Di Indonesia dikenal Mubyarto sebagai seorang ahli ekonomi (economist) yang memprakarsai dan mengembangkan “ Model Ekonomi Kerakyatan” (populist economic model), yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat (society/people welfare) secara menyeluruh dan merata. Tujuan pembangunan dan pengembangan ekonomi Pancasila (yang didalamnya termaktub ekonomi kerakyatan) bukan hanya mengejar pertumbuhan neraca perdagangan (balance of trade) dan perbaikan sistem finansial (financial system), melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Berdasarkan pada premis “Ekonomi Pancasila adalah Ekonomi Kerakyatan” maka sebagai conclusie dapat dikemukakan postulat bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah didasarkan atas sistem kekeluargaan seluruh bangsa dengan tetap berorientasi pada peradaban budaya local dan nilai – nilai luhur yang terkristalisasi dalam interaksi pergaulan hidup masyarakat Indonesia. Secara konseptual, pengembangan paradigma sistem “EKONOMI PANCASILA” pada hakekatnya dimaksudkan dalam rangka memenuhi segala aspek kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera secara adil dan merata, materil dan spirituil, jasmani dan rohani sesuai dengan cita – cita Negara Kesejahteraan (welfare state) yang termaktub dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945. Pengembangan paradigma “EKONOMI PANCASILA” harus didasarkan pada prinsip – prinsip perlindungan nilai – nilai kemanusiaan (human values), meningkatkan kesejahteraan masyarakat/kesejahteraan umum (public wefare), menghindari bahkan menentang pengembangan ekonomi yang berorientasi pada persaingan bebas yang tidak terkendali (free fight liberalism), termasuk menentang sistem monopoli pasar (market monopoly), dan sistem etatisme (negara sebagai pusat monopoli yang mengontrol secara ketat jejaring perekonomian) dan perilaku – perilaku lainnya dari Pemeritah dan Kelompok Kapitalis yang berpotensi menimbulkan penindasan harkat dan martabat umat manusia.