POLITIK HUKUM PEMIDANAAN DALAM  HUKUM POSITIF INDONESIA

1890s Political Cartoon Cov...
POLITIK HUKUM PEMIDANAAN
DALAM  HUKUM POSITIF INDONESIA

 

Konsep “PIDANA” (punishment, straf)  dalam hukum pidana tidak memiliki arti yang konvensional, akan tetapi memiliki pengertian khusus yang tidak sama dengan hukuman pada lapangan/bidang hukum lain diluar hukum pidana. Disamping istilah  “pidana”, dikenal pula “pemidanaan”, atau yang diartikan sebagai “pengenaan pidana” atau  “pemberian pidana” atau “penjatuhan pidana”. Pemidanaan lebih berkonotasi pada proses penjatuhan pidana dan proses menjalankan pidana, sehingga ada dalam ruang lingkup hukum panitentair.

Konsep “pidana”  dan “pemidanaan” sangat  penting dikaji secara komprehensif, oleh karena  selain memiliki makna sentral sebagai bagian integral dari substansi hukum pidana, sekaligus memberi gambaran luas tentang karakteristik Hukum Pidana. Sudarto menyatakan: “Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu”.

Menurut pandangan HART tentang pidana (punishment) yaitu meliputi, (1) Pidana harus mengandung penderitaan atau konsekuensi normal yang tidak menyenangkan, (2) Pidana itu haruslah ditujukan kepada suatu pelanggaran aturan hukum, (3) Pidana harus dikenakan untuk membuktikan kepada pelanggar tentang delik yang dilakukannya, dan (4) Pidana itu harus dikenakan oleh badan/lembaga yang berwenang dalam suatu system hukum, disebabkan adanya suatu perbuatan kriminal (delik).

Tidak semua “pengenaan derita” dan “keadaan tidak menyenangkan” sama dengan pidana. Sebagai contoh “pemberian electricity shock”, atau “dokter gigi yang mencabut gigi pasien” tidak dapat dianggap sebagai pidana, oleh karena perbuatan tersebut meskipun dimaksudkan  mengenakan derita dan perasaan tidak menyenangkan tetapi bukan bersifat hukuman atau pencelaan. Agar suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai “tindak pidana”, yaitu apabila ada pernyataan pencelaan  terhadap pelaku atau  pembuat delik (tindak pidana) tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Roeslan Saleh bahwa “Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik”.

Secara umum dapat dikatakan bahwa “Hukum Pidana” adalah keseluruhan dari peraturan – peraturan  yang menentukan “perbuatan yang dilarang” dan “perbuatan yang harus dilakukan”  yang memenuhi rumusan suatu delik dalam undang – undang, serta menentukan hukuman atau sanksi terhadap orang atau pihak yang mengabaikannya.

Sistem pemidanaan (sentencing system)  dari aspek substantif merupakan keseluruhan peraturan  perundang – undangan  yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan. L.H.C Hulsman mengemukakan makna sistem pemidanaan dengan “The sentencing system is the statutory rules relating to penal sanction and punishment.  Berpedoman pada makna demikian maka sistem pemidanaan adalah sangat terkait dengan ketentuan pidana, karenanya “pemidanaan”  merupakan suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim/pengadilan, sehingga hal tersebut mencakup keseluruhan ketentuan perundang -undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau dioperasionalisasikan secara konkret dalam hal seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana.

Writer and Copy Right:
Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant

Leave a Reply

News Feed