PARTAI POLITIK DAN SISTEM KEPARTAIAN
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sebagai kerangka berpikir (framework of thinking) untuk membangun pemahaman bahwa adanya korelasi antara peranan politik hukum pemerintah dengan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, perlu kiranya dikemukakan pendapat Miriam Budiardjo yang menyatakan, ”Salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya politik (political culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan – pandangan politik, seperti norma – norma, pola – pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya. Budaya politik mengutamakan dimensi psykologis dari suatu sistem politik, yaitu sikap – sikap, sistem – sitem kepercayaan, simbol – simbol yang dimiliki oleh individu – individu dan beroperasi di dalam seluruh masyarakat, serta harapan – harapannya. Kegiatan politik seseorang misalnya, tidak hanya ditentukan oleh tujuan – tujuan yang didambakannya, akan tetapi juga oleh harapan – harapan politik yang dimilikinya dan oleh pandangannya mengenai situasi politik”[1].
Dalam negara – negara yang menganut sistem demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat didasarkan pada ide bahwa rakyat berhak turut serta menentukan pemerintah yang akan menentukan kebijakan umum (public policy). Oleh karena itu, peranan partai – partai politik (political parties) menjadi sangat significant sebagai saluran (outlet) aspirasi rakyat. Dapat dikatakan bahwa partai politik merupakan elemen penting dari sistem politik dalam demokrasi modern, atau dengan perkataan lain partai politik merupakan suatu kelompok atau lembaga resmi yang digunakan untuk saluran partisipasi rakyat dalam proses penyelenggaraan demokrasi, misalnya melalui Pemilihan Umum (national election).
Partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir secara khusus yang berupaya mempengaruhi proses politik dalam rangka merebut dan mempertahankan kekuasaan. Proses politik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan tersebut dalam negara demokrasi berlangsung dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Secara politis, Pemilihan Umum merupakan sarana bagi partai politik untuk menempatkan anggota – anggotanya yang akan menduduki jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota – anggotanya yang secara representatif mewakili rakyat di lembaga:
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi;
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten / Kota;
2. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan deskripsi ilmiah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam makalah ini, yaitu:
- Bagaimana rumusan definisi dan fungsi partai politik?
- Bagaimanakah klasifikasi partai ?
- Bagaimanakah sistem kepartaian Indonesia?
3. Metodelogi Penelitian
Penulisan makalah ini merupakan suatu rangkaian dari kegiatan ilmiah untuk mempelajari dan membahas fenomena politik ketatanegaraan yang didasarkan pada metode ilmiah. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian, yang dipergunakan sebagai pedoman untuk mengumpulkan data – data serta melakukan kajian atau telaah terhadap fenomena – fenomena yuridis. Sehingga penulisan makalah ini sebagai suatu bentuk karya ilmiah sesuai dengan prosedur penelitian yang berfokuskan masalah (problem – focused research).
Metodologi penelitian sebagai sarana pengumpulan data yang dipergunakan oleh Penulis dalam makalah ini, adalah:
- Penelitian lapangan (field research)melalui metode pengumpulan data primer atau data dasar (primary data / basic data) yaitu mengumpulkan informasi langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama.
- Penelitian kepustakaan (library research)melalui metode pengumpulan data sekunder (secondary data) yaitu mencakup peraturan perundang – undangan, buku – buku, dokumen – dokumen resmi, media cetak dan media online, hasil – hasil penelitian yang berwujud laporan – laporan, dan sebagainya.
4. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam karya ilmiah ini dapat dengan mudah ditelaah dan difahami, maka penulisan makalah ini disusun secara sistematis, sebagai berikut:
– Bab I: Pendahuluan:
- Latar Belakang Masalah.
- Rumusan Masalah.
- Metodologi Penelitian.
- Sistematika Penulisan
– Bab II: Pembahasan Masalah
- Definisi, Fungsi Partai Politik;
- Klasifikasi Partai.
- Sistem Kepartaian di Indonesia.
– BAB III: Penutup
- Kesimpulan.
- Saran – saran.
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
I. Definisi, Fungsi Partai Politik
“Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota – anggotanya mem;punyai orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan mereka”[2]).
Selain definisi yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo tersebut, berikut ini dikemukakan beberapa definisi partai politik yang dirumuskan oleh ahli – ahli ilmu pilitik, yaitu:
Carl J. Friedrich menyatakan: “Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil (A political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages”[3]).
R.H. Soltau menjelaskan: “Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang – dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih – bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka (A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies)”[4]).
Sigmund Neumann dalam karangannya Modern Political Parties menyebutkan definisi sebagai berikut: “Partai politik adalah organisasi dari aktivitas – aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan – golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (A political party is the articulate organization of society’s active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group or groups holding divergent views)”[5]).
Fungsi partai politik menurut Neumann dapat dibagai dalam 3 (tiga) tingkatan (level), yaitu:
- Pada level(tataran) masyarakat, partai politik merupakan mekanisme umum untuk mengatasi konflik;
- Pada level(tataran) sistem politik, partai politik merupakan lembaga yang didalamnya terdapat kebijakan yang diformulasikan atau jika tidak merumuskan kebijakan, digunakan sebagai penekan oleh kelompok lain;
- Pada level(tataran) kehidupan sehari – hari, partai politik memainkan peranan sebagai bagian penting dalam recruitment kelas – kelas politik;
Disamping itu, adapula kelompok lain yang mengkategorikan fungsi partai politik, sebagai berikut:
- Sarana komunikasi politik;
- Sarana artikulasi politik;
- Sarana sosialisasi politik;
- Sarana rekrutmen politik;
- Sarana pembuatan kebijakan;
- Sarana pengatur konflik;
Sedangkan menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar – Dasar Ilmu Politik[6]), bahwa dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu:
- Partai sebagai sarana politik.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang bdegitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interset articulation).
Semua kegiatan diatas dilakukan oleh partai. Partai politik selanjutnya merumuskan sebagai usul kebijaksanaan.Usul kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public policy). Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Di lain pihak partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyeb arluaskan rencana – rencana dan kebijaksanaan – kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi serta dialog dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, dimana partai politik memainkan peranan sebagai penghubung antara yang memerintah dengan yang diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut sebagai broker (perantara) dalam suatu bursa ide – ide (clearing house of ideas). Kadang – kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.
- Partai sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur – angsur dari masa kanak – kanak sampai dewasa.
Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma – norma dan nilai – nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Disamping menanamkan solidaritas dengan partai, partai politik juga mendidik anggota – anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Di negara – negara baru partai – partai politik juga berperan untuk memupuk identitas nasional dan integrasi nasional. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah – ceramah penerangan, kursus kader, kursus penataran, dan sebagainya.
- Partai politik sebagai sarana recruitment politik.
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain – lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk didik menjadi kader yang dimasa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadeship).
- Partai sebagai sarana pengatur konflik (conflict management).
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.
II. Klasifikasi Partai
Secara umum, apabila dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya maka klasifikasi partai dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu; partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan melalui keunggulan jumlah anggotanya; oleh karena itu ia biasanya terdiri dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung dibawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur. Partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota – anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggotanya yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan[7]).
Selain itu, dapat pula dilakukan klasifikasi berdasarkan sifat dan orientasi partai, dalam hal ini partai – partai dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu partai lindungan (patronage party) dan partai azas (weltanschauungs partei / programmatic party). Partai lindungan umumnya memiliki orientasi nasional yang kendor (sekalipun organisasinya di tingkat lokal sering cukup ketat), disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Maksud utamanya ialah memenangkan pemilihan umum untuk anggota – anggota yang dicalonkannya; karena itu hanya giat menjelang masa – masa pemilihan. Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika Serikat merupakan contoh dari partai semacam ini. Partai ideologi atau partai azas (Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Kristen – Demokrat) biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Terhadap calon anggota diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan disyaratkan lulus melalui beberapa tahap percobaan. Untuk memperkuat ikatan batin dan kemurnian ideologi maka dipungut iuran secara teratur dan disebarkan organ – organ partai yang memuat ajaran – ajaran serta keputusan – keputusan yang telah dicapai oleh pimpinan[8]).
III. Sistem Kepartaian di Indonesia
Dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Sunaryati Hartono, menjelaskan bahwa “Para sosiolog umumnya berpendapat bahwa tidak ada suatu masyarakatpun yang tidak berubah, walaupun ada masyarakat yang berubah lebih cepat daripada masyarakat yang lain. Sejarah perkembangan peradilan manusia telah membuktikannya sebagai akibat perkembangan di berbagai aspek kehidupan yang mempengaruhi interaksi sosial. Perilaku manusia bukan semata – mata perilaku biologis tetapi lebih merupakan perilaku sosiologis dan etis yang bermakna karena berdasarkan pada suatu falsafah mengenai makna kehidupan itus sendiri; baik yang menyangkut tujuan manusia pribadi; maupun yang mengarahkan kehidupan manusia dalam kelompok atau masyarakat”[9]).
Sistem kepartaian pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) macam dengan sub – sub kategori didalamnya, yaitu:
- Sistem Satu Partai / Partai Tunggal (Single Party System);
Sistem ini merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri (contradictio in terminis), dimana dalam satu negara hanya terdapat satu partai dan tidak ada partai yang lain sebagai oposisi atau koalisi.
- Sistem Dua / Dwi Partai (Bi – Party System);
Dalam ilmu politik, pengertian sistem dwi partai diartikan yaitu adanya 2 (dua) partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari 2 (dua) partai.
- Sistem Multi Partai (Multi Party System);
Dalam suatu negara yang banyak terdapat partai politik (sistem multi partai), dianggap lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik daripada pola dwi partai, dimana golongan – golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan – iktan terbatas (primordial) dalam satu wadah saja.
Sistem kepartaian dan partai politik merupakan 2 (dua) konsep berbeda. Sistem kepartaian menunjukkan format keberadaan antar partai politik dalam sebuah sistem politik spesifik, oleh sebab sistem politik berbeda-beda di setiap negara atau di satu negara pun berbeda-beda dilihat dari aspek sejarahnya. Sistem politik yang dikenal hingga kini adalah Demokrasi Liberal, Kediktatoran Militer, Komunis, dan Otoritarian Kontemporer.
Demokrasi Liberal adalah sistem politik yang melakukan pembebasan warganegara untuk berorganisasi, mendirikan partai politik, mengemukakan pendapat dan sebagainya. Dalam Demokrasi Liberal, partai politik dapat berkembang secara alami, bergabung antara satu partai dengan partai lain secara sukarela, dan bebas melakukan oposisi terhadap kebijakan pemerintah. Demokrasi Liberal kini dianut di negara-negara seperti Indonesia (kita menyebutnya dengan istilah demokrasi berdasarkan Pancasila), Swedia, Inggris, Amerika Serikat, Filipina, dan lain-lain.
Komunis adalah sistem politik tertutup, di mana kebebasan berorganisasi, termasuk mendirikan partai politik tidak ada kalaupun ada maka sangat dibatasi . Di dalam sistem politik komunis, biasanya hanya ada 1 partai yang legal berdiri dan memerintah, yaitu Partai Komunis. Partai identik dengan pemerintah. Partai-partai lain ditiadakan dan jika pun terlanjur berdiri, akan dibubarkan. Negara-negara yang masih menganut sistem politik komunis ini adalah Vietnam, Kuba, Korea Utara, dan Cina. Di negara-negara tersebut, Partai Komunis adalah satu-satunya partai yang berkuasa dan boleh berdiri.
Otoritarian Kontemporer adalah sistem politik dalam mana personalitas pemerintah (presiden dan pendukungnya) sangat besar. Dalam Otoritarian Kontemporer, biasanya ada satu partai dominan dan beberapa partai “figuran.” Pemerintah mengontrol keberadaan partai-partai politik dan mengintervensi jika terdapat masalah dalam struktur internal partai. Indonesia di masa Orde Baru mencirikan hal ini, di mana Golkar (Golongan Karya) yang notabene pada saat itu tidak mau disebut partai menjadi partai dominan, sementara PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia) selaku partai “figurannya”.
Kediktatoran Militer adalah pemerintahan yang dikuasai sebuah faksi militer. Kediktatoran Militer biasanya muncul ketika militer menilai politisi sipil tidak mampu menyelesaikan masalah yang telah berlarut-larut. Militer (salah satu faksinya) kemudian melakukan kudeta dan langsung memerintah tanpa memperhatikan partai-partai politik yang ada. Pemerintahan yang muncul ini menyerupai “darurat perang”, sehingga mustahil partai politik dapat beraktivitas secara leluasa. Myanmar dan Pakistan di bawah Jenderal Musharraf adalah contoh dari kediktatoran militer ini.
Sistem kepartaian adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di setiap proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik. Selain itu, sistem-sistem politik yang telah disebutkan, turut mempengaruhi sistem kepartaian yang ada.
Sistem kepartaian belumlah menjadi seni politik yang mapan. Artinya, tata cara melakukan klasifikasi sistem kepartaian belum disepakati oleh para peneliti ilmu politik. Namun, yang paling mudah dan paling banyak dilakukan peneliti adalah menurut jumlah partai yang berkompetisi dalam sistem politik.
Klasifikasi sistem kepartaian dapat dilakukan dengan beberapa cara. Maurice Duverger melakukannya menurut jumlah partai, Robert Dahl menurut skala kompetisi yang opositif, Blondel melakukan menurut ukuran jumlah dan besar partai secara relatif, Rokkan menurut jumlah partai, kadang-kadang satu partai mayoritas, dan distribusi kekuatan partai-partai minoritas, dan Giovani Sartori menurut jumlah partai dan jarak ideologi antar partai-partai tersebut.
Mair sendiri cenderung menyebut klasifikasi Giovani Sartori sebagai yang paling dekat untuk digunakan. Alasannya, pertama, klasifikasi Sartori bersifat paling komprehensif dan bisa diterapkan pada kasus-kasus empiris (nyata). Kedua, ia bisa diterapkan di negara-negara dengan jumlah dan sistem kepartaian berbeda. Misalnya Amerika Serikat yang sistem 2 partai, India yang satu partai berkuasa (Kongres), Malaysia yang satu partai berkuasa (UMNO), Jepang yang satu partai berkuasa (Liberal Demokrat). Ketiga, klasifikasi tersebut tetap memperhatikan pola-pola kompetisi dan interaksi antar partai dan cocok dengan pengertian sistem kepartaian itu sendiri. Keempat, ia mengkaitkan antara perilaku pemilih dengan hasil pemilihan.
Sistem 2 (dua) Partai menurut Sartori adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan format terbatas dan jarak ideologi yang tidak terlalu jauh, misalnya terjadi di Inggris, di mana meskipun banyak partai berdiri, tetapi hanya 2 (dua) partai yang eksis di setiap Pemilu (Pemilihan Umum), yaitu Partai Buruh dan Partai Konservatif. Hal ini juga terjadi di Amerika Serikat, di mana Partai Republik dan Partai Demokrat yang hadir di setiap Pemilu, untuk kemudia memegang kendali pemerintahan.
Pluralisme Moderat adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan pluralisme terbatas dan jaran ideologi antarpartai yang tidak terlampau jauh. Ini terjadi di Denmark. Pluralisme Terpolarisasi adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan pluralisme ekstrim dan besarnya jarak ideologi antar partai. Ini terjadi di Italia selama tahun 1970-an dan Chili sebelum kudeta tahun 1973).
Partai Berkuasa adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan adanya 1 (satu) partai yang selalu memenangi kursi di Parlemen. Seperti telah disebut, ini terjadi di Malaysia, India, dan Jepang. Partai yang ikut pemilu tetap banyak, akan tetapi yang menang adalah partai yang “itu – itu” saja.
Sebagai komparasi, berikut ini dikemukakan keikutsertaan partai – partai politik pada beberapa masa pemerintahan, yaitu:
- Masa Orde Lama:
- Pemilu ke – 1, tanggal 25 September 1955 (Tahap I) untuk memilih anggota DPR, dan tanggal 15 Desember 1955 (Tahap II) untuk memilih anggota konstituante, diikuti oleh 20 (dua puluh) partai politik, antara lain: Partai Masyumi, PNI, NU, PKI, PIR, Parkindo, PSII, Partai Katolik, PSI, Partai Murba, Perti, IPKI, Partai Buruh, PIR Hazairin, PIR Wongsonegoro, PRN, Persatuan Progresif, Demokrat, Parindra, SKI, SOBSI, BTI, GTI;
- Masa Orde Baru:
- Pemilu ke – 2, tanggal 9 Juli 1971, diikuti oleh 10 (sepuluh) partai politik, antara lain: PNI, NU, Parmusi, Murba, IPKI, Parkindo, Partai Katolik, PSII, Perti, Golkar;
- Pemilu ke – 3, tanggal 2 Mei 1977, diikuti oleh 3 (tiga) partai politik, antara lain: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar);
- Pemilu ke – 4, tanggal 2 Mei 1982, diikuti oleh 3 (tiga) partai politik, antara lain: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar);
- Pemilu ke – 5, tanggal 23 April 1987, diikuti oleh 3 (tiga) partai politik, antara lain: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar);
- Pemilu ke – 6, tanggal 9 Juni 1992, diikuti oleh 3 (tiga) partai politik, antara lain: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar);
- Pemilu ke – 7, tanggal 9 Juni 1997, diikuti oleh 3 (tiga) partai politik, antara lain: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar);
- Masa Orde Reformasi:
- Pemilu ke – 8, tanggal 7 Juni 1999, diikuti oleh 48 (empat puluh delapan) partai politik;
- Pemilu ke – 9, tanggal 5 April 2004 (Tahap I) untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan 5 Juli 2004 (Tahap II) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, yang diikuti oleh 24 (dua puluh empat) partai politik, antara lain: Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), dan lain – lain;
- Pemilu ke – 10, tanggal 9 April 2009, untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD yang diikuti oleh 38 (tiga puluh delapan) partai politik nasional, dan 6 (enam) partai politik lokal Aceh.
BAB III PENUTUP
- KESIMPULAN
- Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota – anggotanya mem;punyai orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan mereka;
- Berdasarkan komposisi dan fungsi keanggotaannya maka klasifikasi partai dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu; partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan melalui keunggulan jumlah anggotanya; oleh karena itu ia biasanya terdiri dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung dibawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur. Sedangkan partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota – anggotanya.
- Selain definisi partai politik yang dikemukakan oleh para ahli ilmu politik, maka Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota – anggotanya mem;punyai orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan mereka.
- Berdasarkan komposisi dan fungsi keanggotaannya maka klasifikasi partai dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu; partai massa dan partai kader. Selain itu, klasifikasi partai dapat pula dilakukan berdasarkan sifat dan orientasi partai, dalam hal ini partai – partai dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu partai lindungan (patronage party) dan partai azas (weltanschauungs partei / programmatic party).
- Sistem kepartaian pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) macam dengan sub – sub kategori didalamnya, yaitu:
- Sistem Satu Partai (Single Party System);
- Sistem Dua / Dwi Partai (Bi – Party System);
- Sistem Multi Partai (Multi Party System);
2. SARAN
- Bahwa partai politik sebagai assets bangsa dan negara, hendaknya tetap mempertimbangkan kesatuan – persatuan bangsa dan negara dalam rangka mempengaruhi rakyat / masyarakat untuk merebut atau mempertahankan pemerintahan melalui suatu prosedur yang konstitusional.
- Bahwa partai politik semaksimal mungkin dapat menjalankan fungsinya untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dan menghindari upaya – upaya provokasi dan agitasi yang dapat menyebabkan munculnya gerakan – gerakan radikalisme yang mengakibatkan disintegrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
DAFTAR KEPUSTAKAAN (BIBLIOGRAFI)
Arinanto, Satya. Hukum dan Demokrasi (Penerbit Ind – Hill – Co, Jakarta) tahun 1991;
Basri, Seta. Kepartaian dan Partai Politik. (Media Online, Jakarta) tahun 2013;
Budiardjo, Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta) tahun 2000;
Hartono, Sunaryati. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. (Penerbit Alumni, Bandung) tahun 1991;
Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep – Konsep Hukum Dalam Pembangunan. (Penerbit PT. Alumni, Bandung) tahun 2006;
Rajagukguk, Erman. Hukum dan Masyarakat. (Bina Aksara, Jakarta) 1983;
Undang – Undang Dasar 1945 (Amandemen lengkap). (Penerbit Cabe Rawit, Yokyakarta) tahun 2013;
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik;
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik;
Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik
______________________________________________________________________________________
[1] Miriam Bidiardjo. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Tahun 2000) Halaman 49.
[2]) Miriam Budiardjo. Ibid. halaman 160 – 161.
[3]) Miriam Budiardjo. Ibid. halaman 161.
[4])Miriam Budiardjo.ibid. halaman 161.
[5])Miriam Budiardjo.ibid. halaman 162.
[6])Miriam Budiardjo.ibid. halaman 163 – 164.
[7]) Miriam Budiardjo.ibid. halaman 166.
[8]) Miriam Budiardjo.ibid. halaman 166 – 167.
[9]) Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Bandung (Penerbit Alumni.1991) halaman 87.
[10]) Seta Basri.Sistem Kepartaian dan Partai Politik. (Media Online, Jakarta) 2013.
Writer and Copy Right: Dr. Appe Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant