KONSEP NEGARA RULE OF LAW

Uncategorized

Procedures and policies text on wood block

KONSEP NEGARA RULE OF LAW

 

Konsep negara Rule of Law merupakan konsep negara yang dianggap paling ideal diterapkan saat ini dalam konteks welfare state, meskipun konsep tersebut dijalankan dengan persepsi dan metode yang berbeda – beda pada tiap – tiap negara di dunia. Istilah “rule of law”  dalam bahasa Indonesia sering juga diterjemahkan sebagai “supremasi hukum” (supremacy of law) atau “pemerintahan berdasarkan hukum”. Selain terminologi tersebut, terdapat pula istilah lain yang bersesuaian maknanya dengan Rule of Law  yaitu  “Negara Hukum” (government by law)  atau rechtsstaat.

Pengakuan terhadap eksistensi  suatu negara sebagai Negara Hukum (government by law) sangat penting, karena kekuasaan negara dan politik sifatnya  terbatas (tidak absolut). Perlu pembatasan – pembatasan terhadap kewenangan dan kekuasaan negara dan politik tersebut, untuk menghindari timbulnya kesewenang – wenangan dari pihak penguasa. Dalam negara hukum tersebut, pembatasan terhadap kekuasaan negara dan politik haruslah dilakukan dengan jelas, yang tidak dapat dilanggar oleh siapapun. Karena itu, dalam negara hukum, hukum memainkan peranannya yang sangat penting, dan berada diatas kekuasaan negara dan politik.  Karena itu pula, kemudian muncul istilah “pemerintah di bawah hukum” (government under the law). Maka terkenallah konsep yang di negara – negara berlaku Common Law disebut sistem “pemerintahan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan (kehendak) manusia (government by law, not by men). Atau sistem pemerintahan yang berdasarkan rule of law, bukan rule of men. Sedangkan di negara – negara Eropa Kontinental dikenal konsep “neagar hukum” (rechtsstaat), sebagai lawan dari “negara kekuasaan” (machtsstaat). Rechtsstaat ini adalah istilah bahasa Belanda yang punya pengertian yang sejajar dengan pengertian rule of law di negara – negara yang berlaku sistem Anglo Saxon. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai “negara hukum”, atau yang dalam bahasa Jerman disebut juga dengan istilah “Rechtsstaat”, dalam bahasa Perancis disebut dengan “Etat de Droit”, sedangkan dalam bahasa Italia disebut dengan “Stato di Diritto”. Menurut  konsep Negara Hukum model  Eropa Kontinental, prinsip supremasi hukum (Supremacy of Law) merupakan inti utama atau essensi dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Dicey, makna dari supremasi hukum, dengan mengutip hukum klasik dari pengadilan – pengadilan di Inggris, adalah sebagai berikut: “La ley est la plus haute inheritance, que le roi had; car par la ley it meme et toutes ses sujets sont rules, et si la ley ne fuit, nul roi et nul inheritance sera (Hukum menduduki tempat tertinggi, lebih tinggi dari kedudukan raja, terhadapnya raja dan pemerintahannya harus tunduk, dan tanpa hukum maka tidak ada raja dan tidak ada pula kenyataan hukum ini).

Maksud dibentuknya konsep dan sistem Negara Hukum atau Rule of Law  adalah  sebagai usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa/pemerintah yang menyelenggarakan tata kelola  negara (tata negara) agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas rakyatnya (abuse of power, abus de droit). Sehingga, dapat dikatakan bahwa dalam suatu Negara Hukum, semua orang harus tunduk kepada hukum secara sama, yakni tunduk kepada hukum yang adil. Tidak ada seorangpun termasuk penguasa negara yang kebal terhadap hukum. Dalam hal ini, konsep negara hukum sangat tidak bisa mentolerir baik terhadap sistem pemerintahan totaliter, diktator atau fascis, maupun terhadap sistem pemerintahan yang berhaluan anarkis. Oleh karena sistem negara totaliter/diktator sering memperlakukan rakyat dengan semena – mena (sewenang – wenang) dengan mengkebiri atau mengamputasi  harkat, martabat, dan hak – hak rakyat (warga negara), maka dalam Negara Hukum  jaminan perlindungan hak – hak fundamental  rakyat merupakan  salah satu esensi dari penyelenggaraan suatu negara hukum.

Negara Hukum adalah suatu “sistem ketatanegaraan”  yang diatur berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (hukum positif atau positive law, ius constitutum) yang adil, seimbang dan setara,  yang diformulasikan  dalam suatu konstitus (hukum dasar), dengan konsepsi semua orang (warga negara), baik yang diperintah maupun yang memerintah, harus tunduk pada hukum yang berlaku, sehingga setiap orang yang sama diperlakukan sama, tanpa diskriminasi warna kulit, ras, gender, agama, daerah, kepercayaan”. Kekuasaan atau kewenangan Pemerintah dibatasi berdasarkan suatu prinsip distribusi kekuasaan (distribution of power) kekuasaan, sehingga Pemerintah tidak dapat bertindak sewenang – wenang dan tidak melanggar hak – hak rakyat, dimana rakyat mempunyai hak melakukan social control melalui representasi wakil – wakilnya yang dipilih secara demokratis untuk melakukan peranan (role playing) yang berada di Parlemen.

Pada dasarnya,  sifat alami makhluk hidup (termasuk manusia) selalu berkeinginan untuk menunjukkan jati diri sebagai superioritas,  dimana yang kuat atau mayoritas cenderung melanggar hak pihak yang lemah atau minoritas. Namun demikian, kesebandingan atas fenomena alami tersebut maka kepada makhluk manusia diberikan suatu kelebihan karena ia dapat berpikir dan berperasaan, sehingga ketidakadilan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Maka, antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang lemah atau minoritas inilah, akhirnya dalam teori ketatanegaraan kemudian muncul teori – teori yang berkenaan dengan rule of law, atau dengan berbagai julukan lainnya.

Interaksi  manusia dalam hubungannya antara yang satu dengan yang lain, terutama dalam interaksi kehidupan berbangsa dan bernegara,   harus terjalin keteraturan atau keajegan, sehingga agar timbul keteraturan hidup tersebut maka dibentuk atau diadakan HUKUM. Sesuai dengan pandangan Hukum Alam bahwa alam itu bergerak dengan teratur dan tertib, sehingga manusia yang merupakan bagian dari alam juga harus hidup dan bergerak secara teratur pula. Konsekwensinya, manusia harus diatur oleh hukum. Dalam hal ini, hukum buatan manusia harus sejalan dengan hukum ciptaan alam, atau hukum buatan Tuhan bagi mereka yang beragama.

Seperti yang dikatakan oleh Dicey, bahwa ada tiga arti dari rule of law, sebagai berikut:

  1. Supremasi absolut ada pada hukum, bukan pada tindakan kebijaksanaan atau prerogatif penguasa;
  2. Berlakunya prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law) dimana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorangpun yang berada diatas hukum (above the law);
  3. Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum bagi negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harus melarang setiap pelanggaran terhadap hak dan kemerdekaan rakyat.

Suatu negara rule of law atau negara hukum yang baik haruslah menempatkan dengan jelas tentang pengaturan prinsip – prinsip negara hukum dalam konstitusinya. Bahkan hal tersebut merupakan hal yang paling pokok dari pengaturan dalam suatu konstitusi. Misalnya, pengaturan tentang hal – hal sebagai berikut:

  1. Tentang perlindungan hak – hak dan kebebasan – kebebasan fundamental dari rakyat;
  2. Tentang prinsip supremasi hukum;
  3. Tentang pemisahan kekuasaan;
  4. Tentang prinsip checks and balances;
  5. Tentang pembatasan kewenangan pemerintah agar tidak sewenang – wenang;
  6. Tentang pemilihan umum yang bebas, rahasia, jujur dan adil;
  7. Tentang akuntabilitas pemerintah kepada rakyat dan partisipasi rakyat dalam menjalankan kekuasaan negara;

Meskipun antara konsep rechtsstaat (dari Jerman yang kemudian diikuti pula oleh Belanda) dengan konsep rule of law (dari Inggris) dalam banyak hal berjalan seiring, tetapi karena berbeda historis kelahirannya, maka ada perbedaan disana – sini antara kedua konsep tersebut. Keduanya sama – sama bermuara pada perlindungan hak – hak fundamental dari rakyat. Karena konsep rechtsstaat lahir dari sistem hukum Eropa Kontinental, maka konsep tersebut lebih ditujukan kepada perbaikan dan pembatasan fungsi dari eksekutif dan pejabat administratif sehingga tidak melanggar hak – hak fundamental dari rakyat, sedangkan dengan konsep rule of law, karena lahir dalam suasana sistem hukum Anglo Saxon, maka aplikasi konsep tersebut lebih tertuju kepada perbaikan dan peningkatan peranan dari lembaga – lembaga hukum dan badan – badan pengadilan untuk menegakkan hukum dan hak – hak dasar manusia.

 

 

Writer and Copy Right:
Dr.  Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant