PERUBAHAN DAN PENCABUTAN GUGATAN
Pada prinsipnya tujuan Penggugat mengajukan gugatan adalah untuk menuntut atau mempertahankan hak atau kepentingan hukumnya. Akan tetapi dalam praktek di persidangan, Penggugat kemudian bermaksud merubah gugatannya, oleh karena Penggugat KURANG CERMAT dalam menyusun gugatannya sehingga banyak hal atau peristiwa penting yang tidak termaktub dalam SURAT GUGATAN.
Perubahan gugatan akan mempengaruhi kepentingan Tergugat secara langsung karena Tergugat adalah pihak langsung dalam perkara tersebut. Perubahan gugatan yang diajukan oleh Penggugat mungkin akan mempersulit upaya Tergugat dalam membela hak dan/atau membantah dalil – dalil (posita/fundamentum petendi) yang semula telah diajukan Penggugat dalam Surat Gugatannya. Dengan demikian, perubahan gugatan oleh Penggugat dapat merugikan kepentingan Tergugat, sehingga Tergugat memiliki hak untuk menyatakan keberatannya.
Seperti halnya dengan PERUBAHAN GUGATAN, maka PENCABUTAN GUGATAN juga sering menimbulkan permasalahan dalam praktek di persidangan Pengadilan. Pencabutan Gugatan sebelum pemeriksaan pokok perkara dilakukan oleh MAJELIS HAKIM, dalam praktek peradilan tidak menimbulkan permasalahan. Akan tetapi “Pencabutan Gugatan” apabila diajukan oleh Penggugat pada saat/setelah pokok perkara diperiksa oleh Majelis Hakim dan ternyata Tergugat keberatan maka hal tersebut menimbulkan permasalahan prosedur beracara di persidangan Pengadilan.
Pencabutan gugatan sendiri dapat dilakukan sebelum gugatan itu diperiksa di persidangan atau sebelum tergugat memberikan jawabannya atau sesudah diberikan jawaban oleh tergugat. Kalau pencabutan dilakukan sebelum perkara diperiksa dipersidangan atau sebelum tergugat memberikan jawabannya, maka tergugat secara resmi belum tahu akan adanya gugatan itu, yang secara resmi belum terserang kepentingannya. Dalam hal ini tidak perlu ada persetujuan dari pihak tergugat. (Rv pasal 271). Sebaliknya jika pencabutan itu terjadi setelah tergugat memberikan jawaban atas gugatan penggugat, maka gugatan tidak dapat dicabut atau ditarik kembali oleh penggugat kecuali disetujui oleh tergugat. (Rv pasal 271 ayat 2).
Perubahan gugatan merupakan upaya Penggugat mengajukan perubahan dalam gugatan mengenai hal – hal tertentu baik IDENTITAS, PERISTIWA (POSITA), maupun TUNTUTAN (PETITUM) kepada Hakim/Majelis Hakim. Kemudian Hakim/Majelis Hakim akan menilai apakah perubahan yang diajukan oleh Penggugat beralasan serta tidak merugikan kepentingan Tergugat, atau justeru sebaliknya perubahan tersebut secara nyata merugikan kepentingan Tergugat.
Surat Gugatan yang diajukan oleh Penggugat kepada Pengadilan, setidaknya terdiri atas 3 (tiga) unsur atau bagian yang utama, yaitu:
- IDENTITAS PARA PIHAK (PIHAK – PIHAK YANG BERPERKARA);
- DALIL – DALIL GUGATAN (POSITA/FUNDAMENTUM PETENDI);
- TUNTUTAN (PETITUM);
Perubahan gugatan dalam praktek beracara/persidangan di Pengadilan dapat berupa:
- Perubahan gugatan yang merubah gugatan secara menyeluruh;
Perubahan ini mencakup perubahan secara menyeluruh baik mengenai POSITA maupun PETITUM gugatan;
- Perubahan gugatan berupa perbaikan redaksional;
Perubahan seperti ini biasanya hanya menyangkut kalimat yang tidak sesuai atau tidak relevan dengan gugatan karena salah ketik atau salah tulis dan secara obyektif tidak merugikan kepentingan Tergugat, sehingga selalu dikabulkan oleh Hakim;
- Perubahan gugatan berupa pengurangan posita dan/atau petitum;
Perubahan gugatan seperti ini biasanya dikabulkan oleh Hakim, dengan pertimbangan bahwa yang menentukan luasnya gugatan adalah Penggugat sendiri, dan pada saat yang bersamaan kepentingan Tergugat tidak dirugikan.
- Perubahan gugatan berupa penambahan posita dan/atau petitum;
Perubahan gugatan semacam ini biasanya terjadi akibat dari kelalaian atau kealpaan Penggugat yang tidak cermat menyusun POSITA atau PETITUM dari gugatannya. Dalam praktek perubahan gugatan dalam hal ini seringkali DITOLAK oleh Hakim karena secara obyektif dapat merugikan kepentingan Tergugat.
Pasal 127 Rv secara tegas menyatakan: “Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya”.
Berdasarkan Pasal 127 Rv dapat disimpulkan bahwa PERUBAHAN GUGATAN merupakan hak Penggugat, maka pada prinsipnya Penggugat yang mengajukan permohonan perubahan gugatan, untuk selanjutnya Hakim/Majelis Hakim yang berwenang menilai apakah perubahan gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut beralasan hukum atau tidak, sehingga Hakim/Majelis Hakim kemudian menyatakan perubahan gugatan tersebut wajar dan beralasan diterima, atau sebaliknya ditolak. Tetapi sebagai catatan bahwa perubahan gugatan hanya dapat diajukan sebelum KESIMPULAN atau dalam batas – batas sebelum pihak yang berperkara selesai mengajukan bukti – buktinya di persidangan Pengadilan.