RUANG LINGKUP (SCOPE) WARISAN
Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai pelbagai hak – hak dan kewajiban – kewajiban terhadap orang – orang anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang – barang yang berada dalam masyarakat tersebut. Maknanya ialah ada bermacam – macam hubungan hukum antara satu pihak yang disebut dengan manusia dan dunia luar di sekitarnya, di lain pihak sedemikian rupa bahwa ada saling mempengaruhi dari kedua belah pihak itu berupa kenikmatan atau berban yang dirasakan oleh masing – masing pihak.
Pada umumnya masyarakat selalu menghendaki adanya suatu peraturan yang menyangkut tentang warisan dan harta peninggalan dari orang yang telah meninggal dunia.
Pada zaman dahulu di Indonesia, seperti di Jawa dan Aceh bias terjadi pada saat ayahnya meninggal dunia, kepangkatannya diturunkan kepada anaknya.
Macam – macam perhubungan hukum yang menyangkut dengan meninggalnya seseorang diperlukan suatu peraturan, yang terbatas hanya pada kekayaan orang tersebut (vermogen srechlijke betrekkingan).
Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH. Memberikan batasan – batasan mengenai warisan, antara lain:
- Seorang yang meninggalkan warisan (Erflater) pada saat orang tersebut meninggal dunia;
- Seorang atau beberapa orang ahli waris (Erfenaam), yang mempunyai hak menerima kekayaan yang ditinggalkannya itu;
- Harta warisan ((nalaten schap), yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut;
ASSET MAYERS dalam bukunya “HUKUM PERDATA DI NEGERI BELANDA”, bagian IV, Cetakan ke – 4, Tahun 1941, halaman 3 dan 4, menyebutkan bahwa kebanyakan bangsa – bangsa di dunia ini mula – mula tidak mengenal hak milik perseorangan (individuel eigendom) atas barang – barang kekayaan melainkan hanya mengenai milik bersama dari suatu suku bangsa dan suatu keluarga (stem of familie – eigendom).
Mula – mula MAYERS mengatakan, tiada tempat bagi suatu peraturan hukum waris dan arti yang sebenarnya (Eigenlijk erfrecht), oleh karena meninggalnya seseorang bukan barang miliknya yang beralih, melainkan hanya hal mengurus barang itu saja yang harus dilanjutkan oleh orang lain yang masih hidup.
Hak mewarisi di Indonesia apabila dihubungkan dengan garis keturunan yang bersifat kekeluargaan maka dapat dibedakan menjadi:
- Sifat kebapakan (patriarchaat, vaderrechtelijk);
- Sifat keibuan (Matriarchaat, moederrechtelijk);
- Sifat kebapakan – keibuan (parental, ouderrechtelijk);
Pasal 1066 KUHPerdata (BW) menetapkan adanya hak mutlak dari masing – masing para ahli waris apabila pada suatu saat menuntut pembagian dari harta warisannya, sedangkan pada Hukum Adat untuk orang – orang Indonesia asli kadang – kadang harta warisan itu masih utuh dan tidak menjadi suatu keharusan untuk dibagi – bagikan kepada para ahli warisnya;
Writer and Copy Right:
Dr. Appe H. Hutauruk, SH., MH.