RASIONALISME
RASIONALISME atau “GERAKAN RASIONALIS” adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran harus ditentukan atau didapatkan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, BUKAN berasal dari pengalaman inderawi. Rasionalisme mempunyai persamaan dari aspek ideologi dan tujuan dengan HUMANISME dan ATHEISME, dalam hal ini kedua faham tersebut bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana atau media bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul (fiksi). Namun demikian, ada perbedaan antara RASIONALISME dengan HUMANISME dan ATHEISME tersebut, yaitu:
- Humanisme berfokus pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.
- Atheisme adalah suatu keadaan atau fenomena/gejala tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh penganut faham rasionalis adalah atheis.
Rasionalisme adalah suatu faham bahwa ratio yang diterjemahkan “reason” dalam bahasa Inggris atau “nalar” dalam bahasa Jawa adalah faktor utama untuk setiap upaya manusia dalam rangka menemukan pengetahuan yang benar dan hakiki, yang true dan tidak palsu atau tidak keliru (false). Pengetahuan yang berbasisi pada “KEBENARAN” dan tidak keliru, pada hakekatnya tidak hanya “tampak nyata dalam amatan indrawi” melainkan juga bisa diterima oleh akal dan karena itu juga “masuk akal” atau “ketemu nalar”. Sependapat dengan faham empirisme, maka rasionalisme berkukuh pada suatu paradigma bahwa pengetahuan yang betul – betul tidak palsu itu tidak hanya bisa diperoleh dengan cara membuka mata, akan tetapi juga membuka akal pikirannya. Kebenaran ada pada akal pikiran manusia, tidak pertama – tama ada pada apa yang dilihatnya secara visual.
Diluar konteks diskusi keagamaan, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, misalnya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Berkaitan dengan kasus-kasus demikian, maka yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang popular (aktual dalam suatu kelompok masyarakat) . Sekitar pertengahan abad ke-20, terdapat tradisi yang sangat massif mengenai rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual (kalangan cerdik pandai).
Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang dikemukakan oleh René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
Dalam sejarah pemikiran falsafati, datangnya abad 16 ditengarai sebagai datangnya abad “kelahiran kembali nalar (ratio, reason) manusia”, yang dalam istilah asingnya digunakan istilah “THE AGE OF RENAISSANCE”. Dikatakan demikian, karena sejak masa itulah muncul dan berdominasinya kembali faham falsafati yang disebut “RASIONALISME”.
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
lmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S. 2003: 11).
Rasionalisme adalah suatu faham yang menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa alam gagasan dan kemampuan manusia mengembangkan potensi pikirannya dan bukan tradisi – tradisi yang diikuti secara membabi – buta, itulah yang harus dipercaya sebagai sumber pengetahuan manusia tentang dunia berikut isinya. Sepanjang kurun waktu yang ditenggarai sebagai “KEBANGKITAN KEMBALI RASIO MANUSIA YANG CERAH DARI KEGELAPANNYA SEPANJANG ABAD – ABAD KEGELAPAN” inilah terjadinya pergeseran paradigma dari yang ARISTOTELIAN ke yang GALILEAN.
Created and Posted By: Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002
______________________________
HIMBAUAN PARTISIPASI:
Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com, saya menyatakan:
- Mengajak VENDOR untuk memasang iklan pada artikel – artikel di website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dengan langsung menghubungi saya;
- Mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website https://beritahukum-kebijakanpublik.com. Akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi sukarela melalui transfer ke rekening Bank BNI No. 0263783536 atas nama APPE HUTAURUK.
Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel – artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.
#SalamPersasaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK