PENGEJAWANTAHAN KONSEP KEADILAN  DALAM PANCASILA

The Politician as a Marionette

PENGEJAWANTAHAN KONSEP KEADILAN  DALAM PANCASILA

 

Konsep “KEADILAN” dalam Pancasila dirumuskan dalam Sila Kedua yang berbunyi, :”Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan Sila Kelima yang berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Sila Kedua dari Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” pertama kali dijabarkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat No. II/MPR/1978, akan tetapi kemudian ketetapan tersebut dicabut berdasarkan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998. Dalam penjabaran tersebut, sikap adil digambarkan sebagai: bermartabat, sederajat, saling mencintai, sikap tepa salira, tidak sewenang – wenang, mempunyai nilai kemanusiaan, membela kebenaran dan keadilan, serta hormat menghormati dan bekerjasama dengan orang lain. Sedangkan makna adil dalam sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mencakup:  gotong royong, keseimbangan antara hak dan kewajiban, memiliki fungsi sosial hak milik dan hidup sederhana.

Pancasila memberikan pengakuan dan penghargaan kepada kepentingan bersama secara seimbang. Hubungan dan interaksi – korelasi  kemanusiaan dan solidaritas sosial  dianggap sangat penting. Hubungan kerjasama yang disebut dengan istilah “gotong royong” yang dinyatakan dalam berbagai kiasan dan ungkapan seperti “Ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun” merupakan fakta bahwa nilai – nilai  solidaritas masyarakat Indonesia  masih tetap hidup dan relevan dengan kemajuan jaman.

Konsep “keadilan” dan  “sistem demokrasi” yang diterapkan di Indonesia,  berbasis pada Pancasila sebagai falsafah atau filosofi pandangan hidup (way of living) yang mengejawantah dalam Undang – Undang Dasar  1945 sebagai Hukum Dasar Tertulis. Nilai – nilai keadilan yang dicita – citakan harus merujuk pada  nilai – nilai  luhur (noble values)  yang terkristalisasi dalam Pancasila, sebagaimana dirumuskan pada Sila Kedua dan Sila Kelima. Dengan demikian, konsep keadilan sebagaimana ditegaskan oleh Sila Kedua dan Sila Kelima dari Pancasila harus menjadi parameter bagi eksekutif dan legeslatif untuk membuat setiap regulasi, termasuk Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat serta perangkat Penegak Hukum yang lain dalam menjalankan tugas dan fungsinya menegakkan keadilan.

Writer and Copy Right:
Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant

Leave a Reply