FENOMENA YURIDIS DARI PENETAPAN AHLI WARIS, SURAT KETERANGAN AHLI WARIS, DAN  FATWA WARIS

Uncategorized

FENOMENA YURIDIS DARI PENETAPAN AHLI WARIS,
SURAT KETERANGAN AHLI WARIS, DAN  FATWA WARIS

 

I. PENETAPAN AHLI WARIS

Dalam rangka menghindari adanya  perbedaan pendapat yang terlampau jauh, barangkali lebih dulu dipermasalahkan persoalan terminus “Penetapan Ahli Waris”. Hal itu perlu disinggung sehubungan dengan isi SURAT WAKIL KETUA Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) yang berkaitan dengan kalimat: “khususnya mengenai Surat Keterangan Ahli Waris”.

Dari segi terminus hukum, maka fenomena yuridis “Penetapan Ahli Waris” mempunyai makna konotasi  dengan berbagai aspek dan faktor, antara lain:

  1. YUSTISIAL, melaksanakan fungsi peradilan dalam arti “menerima, memeriksa dan memutus”, perkara;
  2. PELAKUNYA, Badan Peradilan yang berwenang untuk itu sesuai dengan batas yurisdiksi dalam melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman (judicial power);
  3. PROSESUAL, bersifat volunteer secara ex partij tanpa menarik orang lain sebagai pihak, dan pada hakekatnya tidak ada atau belum ada sengketa, sehingga proses penyelesaian murni permohonan sepihak;
  4. KUALITAS PRODUKNYA, bersifat DEKLARATOR:
  • Tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada pihak lain;
  • Tidak mdempunyai daya kekuatan pembuktian;
  • Tidak mempunyai kekuatan eksekutorial;
  • Tidak mempunyai kekuatan nebis in idem;

Produk Penetapan Ahli Waris yang bersifat volunteer dan deklaratif, muncul dalam praktek di Lingkungan Peradilan Umum, tepatnya sebagai produk hukum dari Pengadilan Negeri.

 

II. SURAT KETERANGAN WARIS

Ditinjau dari segi terminus hukum, maka  Surat Keterangan  Waris lebih berkonotasi dengan aspek dan faktor sebagai berikut:

  1. PUBLIK, dibuat dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat publik oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
  2. PELAKUNYA, pada dasarnya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang untuk itu dalam melaksanakan fungsi kekuasaan eksekutif – pemerintahan (executive power);
  3. PROSESUAL, bersifat ADMINISTRATIF, baik berdasar permohonan atau kewenangan berdasar jabatan;
  4. KUALITAS PRODUKNYA, mirip bersifat positif oleh karena:
  • Merupakan penegasan atas apa yang diterangkan di dalamnya;
  • Biasa dipergunakan sebagai syarat untuk memperoleh sesuatu, sesuai dengan tujuan pembuatan surat keterangan yang bersangkutan.

Dengan demikian apabila  ditinjau dari segi terminus dan dihubungkan  dengan berbagai faktor, dapat disimpulkan bahwa Surat Keterangan Ahli Waris adalah:

  • Berada diluar jalur kewenangan Badan Peradilan;
  • Merupakan kewenangan dan fungsi Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara melalui proses penyelesaian administratif;

 

III.       FATWA WARIS

Ditinjau dari segi terminus, maka dapat dikatakan bahwa Fatwa Waris berkonotasi dengan aspek dan faktor, sebagai berikut:

  1. IKHTILAF, terjadinya perbedaan pendapat mengenai suatu masalah hukum dalam kehidupan masyarakat di luar forum peradilan (out side the ordinary court);
  2. PELAKUNYA, dengan berwenang memberi fatwa boleh dilakukan oleh SEORANG ULAMA, MUFTI atau suatu LEMBAGA:
  • Bisa berbentuk lembaga formal dan non formal;
  • Bisa diminta atau tidak, baik oleh perorangan atau kelompok masyarakat;
  1. PROSESUAL, tidak ada bentuk tata cara formal, yang pokok pemberi fatwa mengeluarkan pendapat;
  2. PRODUK dan KUALITAS, ditinjau dari pendekatan USUL FIQIH.

Fatwa adalah NASEHAT atau PANDANGAN, yang tidak mengikat apabila hal itu diberikan oleh ulama atau lembaga yang bersifat formal.        Tetapi bisa merupakan NASEHAT atau PANDANGAN yang bercorak resmi atau OFFICIAL ADVICE ON RELIGIONS MATTERS, namun tidak mempunyai kekuatan mengikat formal yang memiliki daya sanksi atau daya paksa (compulsory).

Apabila ditelaah  dari segi fungsi dan kewenangan Kekuasaan Kehakiman sebagai pelaksana peradilan, agak janggal adanya produk Peradilan Agama yang lahir dari suatu proses yustisial disebut FATWA. Berdasarkan  pengertian FIQIH dan LUGAH, maka Fatwa bukan berciri teknik peradilan yang bermakna PUTUSAN atau KETETAPAN,  oleh karena sehubungan dengan Kekuasaan Kehakiman dalam sistem peradilan di Indonesia terdapat  istilah yang disebut MAQTU (MUNQOTI) atau QARARUN.

 

Created and Posted By:
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002

____________________________

HIMBAUAN PARTISIPASI:

Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com, saya mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website tersebut. Akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi sukarela melalui transfer ke rekening Bank BNI No. 0263783536 atas nama APPE HUTAURUK.

Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel – artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.

#SalamPersasaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK

 

 

https://www.youtube.com/watch?v=XVeH6sDNh8s&t=3s

LAW  FIRM APPE  HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
KETUA  UMUM  DPP LSM  KOMAKOPEPA
AKTIVIS’98

Leave a Reply