SEKILAS PEMAHAMAN MENGENAI EKSISTENSI
DAN KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pengertian Areal Division of Power (ADP) dapat dipahami berdasarkan i ciri – cirinya sebagai berikut:
- Selalu dikaitkan secara erat dengan nilai – nilai dasar komunitas;
- Secara sistematik meliputi berbagai cara untuk membagi kekuasaan pemerintahan menurut wilayah, untuk memperkenankan dan mendorong analisis perbandingan;
- Penerapannya dapat pada Negara Kesatuan atau Federal;
- Menjanjikan suatu landasan bagi pengembangan hubungan antara Areal Division of Power (ADP) dengan Capital Division of Power (CDP).
Pada Areal Division of Power (ADP) ini terdapat 3 (tiga) nilai dasar yang akan direalisasikan, yaitu:
- Liberty, pembagian kekuasaan untuk mempertahankan tindakan pemerintah yang sewenang – wenang;
- Equity, pembagian kekuasaan memberikan kesempatan yang luas bagi partisipasi warga masyarakat dalam kebijakan, dan
- Welfare, pembagian kekuasaan menjamin bahwa tindakan pemerintah akan efektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat;
Fragmented Field Administration, pada dasarnya:
- Membenarkan batas – batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari perangkat departemen di lapangan (instansi vertikal) secara berbeda menurut pertimbangan fungsi dan organisasi induk;
- Tidak terdapat wilayah adminsitrasi (seperti yang dikenal di Indonesia) dengan wakil pemerintahannya untuk keperluan koordinasi dan kegiatan pemerintahan lainnya;
Integrated Field Administration, mengharuskan terdapatnya keseragaman batas – batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari berbagai instansi vertikal atas dasar (wilayah) administrasi beserta wakil pemerintah.
Pada dasarnya Integrated Prefectoral Sistem:
- Merupakan pelaksanaan dari integrated field administration dalam desentralisasi;
- Mengharuskan pula berhimpitnya daerah otonom dengan daerah (wilayah) administrasi;
- Perangkapan jabatan Kepala Daerah dan Wakil Pemerintah;
FRIED, menyebutkan bahwa sistem tata pemerintahan dilihat dari apakah sebuah negara menganut penempatan “wakil pemerintah” atau tidak, maka ada 2 (dua) sistem utama di dunia:
- Negara – negara yang menganut sistem perfektur;
- Negara – negara yang menganut sistem fungsional (tidak dianut wakil pemerintah di daerah);
A.F. LEEMANS (1970) menggunakan pola pertalian dalam pemerintahan daerah sebagai metode, yang meliputi beberapa model yaitu:
- Dual hierarchy model, terdiri dari:
- Central government field administration;
- The representative local government institution;
- Masing – masing hierarki merupakan campuran dari beberapa tingkat dari pemerintahan daerah atau wilayah administrasi, dengan masing – masing daerah memiliki tanggung jawab yang semakin menurun/mengecil;
- Adanya dua jenis lembaga yang muncul karena dekonsentrasi dan desentralisasi bersama – sama tanpa terjadi pertautan di setiap tingkat.
- Fused/Single hierarchy model:
Pada fused/single hierarchy dalam berbagai level pemerintahan yang tercipta selalu terjadi pertautan penggunaan asas (mekanisme) desentralisasi dan dekonsentrasi;
- Split model:
Pada split model, terdapat jenjang pemerintahan yang memisahkan atau berdiri sendiri penerapan baik atas (mekanisme) desentralisasi maupun dekonsentrasi.
Sedangkan dalam polarisasi Daerah Otonom dalam suatu negara, terdapat 2 (dua) doctrine prinsip, yaitu:
- Ultra Vires Doctrine:
- Daerah Otonom hanya dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan secara konkrit oleh Pemerintah berdasarkan hukum;
- Daerah otonom tergolong intra vires;
- Melahirkan otonomi materiil;
- General Competence atau Open End Arrangement atau Universal Power:
- Daerah Otonom dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan yang secara khusus tidak dilarang oleh undang – undang atau tidak termasuk kompetensi pemerintah atau daerah lain;
- Melahirkan otonomi formal;
Dalam suatu Daerah Otonom maka Kewenangan yang dimiliki oleh Daerah Otonom dapat dibedakan menjadi:
- KEWENANGAN PANGKAL:
Kewenangan yang diberikan kepada daerah bersamaan ketika daerah tersebut dibentuk (berdasarkan undang – undang pembentukan);
- KEWENANGAN TAMBAHAN:
Kewenangan yang diberikan kepada daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan setelah daerah tersebut dibentuk, misalnya:
- Kewenangan di bidang kehutanan;
- Kewenangan di bidang pertambangaan;
- Kewenangan di bidang perizinan, dan lain – lain;
Pada umumnya kewenangan tambahan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, antara lain:
- Secara formal, penyerahan wewenang tertentu dari pusat ke daaerah tanpa menyebut daerah mana;
- Secara riil
- Penyerahan wewenang tertentu dari pusat ke daerah dengan menyebut daerah mana.
Created and Posted: Dr. Appe Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant