FUNGSI PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
Menurut Ryaas Rsyid dalam bukunya Makna Pemerintahan: Tinjauan dari segi Etika dan Kepemimpinan (2002), ada tiga fungsi hakiki pemerintah, yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Penggolongan fungsi seperti ini mirip pembagian fungsi Kepala Wilayah di zaman Orde Baru. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974, Pasal 80, ditetapkan bahwa Kepala Wilayah berfungsi memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan, dan membina masyarakat di segala bidang. Beranjak dari ketentuan ini, orang membedakan pemerintahan dengan pembangunan dan pembinaan masyarakat. Sedangkan Ndraha (2003:76) mengemukakan bahwa: “pemerintah memiliki dua fungsi dasar yaitu: fungsi primer atau fungsi pelayanan dan fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan”. Fungsi primer (pelayanan) yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia (provider) jasa – jasa pelayanan publik yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam, layanan civil, dan layanan birokrasi. Sedangkan fungsi sekunder (pemberdayaan) yaitu sebagai provider kebutuhan dan tuntutan warga masyarakat akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri, karena masih lemah dan tidak berdaya (powerless), penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan seperti jasa/layanan sebuah rumah sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan lain – lain.
Konsep pelayanan mengandung bermacam – macam arti, meliputi rupa – rupa kegiatan, dan dipakai untuk berbagai bidang studi. Sejauh ini padanan bahasa Indonesia kata pelayanan dalam bahasa Inggris ada dua, yaitu administering dalam administration dan servicing dalam service (public service and civil service). Dalam konsep administration lebih menunjukkan sistem (struktur) dan proses ketimbang substansi kebutuhan manusia dan publik, sedangkan konsep service (servis), sebaliknya. Disamping itu, layanan sebagai output pelayanan mengandung dua arti: sebagai jasa (komoditi dalam arti luas) dan sebagai seni (cara). Sebagai komoditi dalam arti luas meliputi komoditi yang diperjualbelikan (layanan publik, dengan tarif semurah mungkin dan dapat diprivatisasikan) maupun yang tidak diperjualbelikan (layanan civil, layanan no price). Sebagai seni, pelayanan itu terbentuk sebagai upaya pejabat atau pegawai pemerintahan untuk mengefektifkan aktivitas pelayanan sesuai dengan kondisi orang, makhluk, atau lingkungan yang dilayani dalam kondisi apapun, aparatur pemerintahan harus memiliki etika (code of conduct) dan benar – benar berkualitas: kreatif, inovatif, proaktif, dan berpikir positif. Bahasa Inggris service dapat diartikan sebagai proses (pelayanan), dan dapat pula diartikan sebagai produk (output, layanan, hasil pelayanan) berupa barang dan jasa publik.
Created and Posted By: Dr. Appe Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant